Home » » Hijrah Hati dan Senandung Cinta

Hijrah Hati dan Senandung Cinta

Diposkan oleh damar pada Tuesday, March 29, 2016 | 7:03 PM

Judul          : Markas Cahaya
Penulis       : Salman Al-Jugjawy
Penerbit     : Penerbit Bunyan
Cetakan     : Pertama, Januari 2016
Tebal         : xv+220 halaman
ISBN        : 978-602-291-146-3
Peresensi : Wahyudi Kaha

Tidak ada yang abadi di bawah kolong langit selain ketidakabadian itu sendiri. Kesan itulah yang saya dapatkan setelah membaca buku ini. Penulis buku ini, Salman Al-Jugjawy atau Sakti yang tidak lain adalah mantan gitaris Sheila on 7, menuturkan pengalaman pribadinya memburu ketenangan jiwa. Ada banyak tantangan, halangan, dan kejutan-kejutan ‘di luar nalar’ di sana. Tetapi Salman, dengan kemantapan hati, telah memilihnya sebagai jalan hidup.

Perubahan adalah kemestian dalam hidup. Pertanyaannya kemudian, ke arah manakah perubahan itu berjalan? Akankah ke arah yang lebih baik dan terang, atau justru ke arah yang lebih buruk dan buram? Setiap manusia pasti mengimpikan kebahagiaan sejati. Kebahagiaan yang termanifestakian pada kedamaian hati dan pikiran. Dan Salman percaya, Allah hanya meletakkan kebahagiaan dan kejayaan manusia pada Islam yang sempurna, sebagaimana Allah meletakkan kebahagiaan ikan dalam air dan kebahagiaan burung di udara. (hlm. 15)

Salman memulai pencariaanya lewat permenungan. Permenungan mendalam tentang waktu, kematian dan apa yang semestinya menjadi tujuan hidup manusia. Dimulai saat Salman harus melihat kenyataan pahit yang menohok hatinya: ibunya terbaring lunglai di rumah sakit. Apalagi Salman baru mengetahui kabar sakit itu setelah selesai konser Soundrenaline A Mild Live, di Surabaya, beberapa hari kemudian. Sebagai seorang anak, wajar bila rasa bersalah, sedih, bingung dan bimbang mulai mengusik nuraninya. Haruskah upayanya mengejar cita-cita membuatnya menyisihkan perhatian pada ibunya tercinta?

Permenungan-permenungan itu pada gilirannya mengantarkan Salman pada kecintaan akan Islam melebihi sebelumnya. Sisa kesempatan yang ada tidak boleh disiakan begitu saja. Sebab akan ada suatu masa di mana kehidupan akhirat menjadi nyata dan kehidupan di dunia ini tinggal cerita. Maka masjid yang oleh Salman disebut Markas Cahaya menjadi tempat ternyaman mengkhusuki diri dan Tuhannya. Masjid menjadi saksi atas terselenggaranya senandung cinta hamba kepada Yang Maha Cinta.

Pada tahun 2006, Salman memutuskan untuk hijrah: belajar agama dan dakwah di tiga negara, yaitu India, Pakistan, dan Bangladesh. Motivasi memilih ketiga negara ini didapatkan dari sebuah majlis taklim di Masjid Jami’ Al-Ittihaad dekat rumahnya. Sebuah cerita berhasil menggugah hati dan kesadaran Salman: bahwa kehidupan masjid di sana sangat makmur, suasana ibadah yang terus berkelanjutan, dipadu dengan kehidupan orang-orang di sekitar masjid mirip dengan kehidupan para sahabat. Kehidupan yang santun dan menjunjung tinggi akhlaqul karimah.

Tekad Salman telah bulat. Sejumlah dana jauh-jauh hari telah dipersiapkan. Kalau takdir mengharuskannya mati, ia ingin mati sebagai syahid yang memperjuangkan agama Allah. Dan takdir tidak pernah kehabisan cara untuk memberikan sensasi perjuangan tersendiri bagi manusia. Menjelang saat-saat keberangkatan, seorang kawan yang sedang terhimppit kesulitan mengundang Salman untuk mengulurkan tangan. Dana tabungannya pun dipinjamkan, dengan perjanjian pelunasan akan dilakukan saat Salman akan berangkat ke tiga negara tujuan.

Sebuah pengalaman iman terjadi. Lima hari menjelang hari keberangkatan, mendadak teman tadi susah dihubungi. Hati Salman mulai dilanda kekalutan. Ungtunglah Salman segera sadar bahwa ia tidak sendirian menghadapi masalah. Bersamanya selalu ada Allah yang bagiNya tidak ada sesuatu yang mustahil. Buru-buru Salman mengambil air wudhu dan melaksanakan Shalat Hajat. Hasilnya sungguh di luar dugaan dan jangkauan akal manusia. Salman terbelalak demi melihat saldo tabungannya di ATM telah bertambah empat juta rupiah!

Yang terjadi kemudian adalah rasa syukur dan senandung cinta yang tak sudah-sudah dari bibir Salman. Pengalaman iman ini menjadi pelajaran berarti bagi Salman. Bahwa Allah Dzat yang Maha Penolong. Bahwa Nabi dan hadits-haditsnya bukan sekedar omong kosong. Ia percaya, hidup yang selalu nyaman tanpa masalah tidak akan menghasilkan manusia yang sukses dan kuat.

Buku inspiratif ini tidak secara monoton mengulas keutamaan masjid sebagai Markas Cahaya. Ditulis dengan gaya orang bercerita, buku ini juga dibumbui dengan sejarah singkat pendirian Sheila on 7, hingga kelak Salman memutuskan mengundurkan diri dari sana. Kisah-kisah para Shalih serta penghadiran lirik lagu bernuansa dakwah penjadi pintu ‘dialog yang teduh’ dengan batin pembaca.[*]

Wahyudi Kaha, seorang pembaca, pecinta sekaligus penggila buku. Giat di Lingkaran Metalogi Yogyakarta.



Artikel Terkait:

1 comments :

  1. Menarik nih buku dan ulasanya! Jd pengen beli. Kbetulan ane jg ngefans bangts ama s7. Digramedia ada gak ya!

    ReplyDelete