Judul : Sarinah; Mata Air Cinta, Humanisme, dan Feminisme Soekarno Dalam Pelukan Cinta Sang Ibu Asuh
Penulis : S. Wisnuwardhana
Tahun Terbit : Desember 2015
Penerbit : Palapa
Tebal : 272 hlm
Peresensi : Ach. Musyfiq AR
Seorang tokoh besar, tidak terlepas dari para pengasuh yang berjiwa besar. Tak terkecuali Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno. Ia mengakui bahwa di waktu kecil, ia banyak menimba nasihat-nasihat dari sosok perempuan sederhana. Perempuan itu bernama Sarinah. Bahkan ia mengatakan kepada Soekarno agar Soekarno giat belajar dan menjadi presiden pertama Indonesia.
Sarinah hadir dalam keluarga Soekarno sebagai perempuan biasa. Ia hadir untuk membantu kesibukan Ayah Soekarno sebagai seorang guru dan Ibu Soekarno sebagai ibu rumah tangga. Kehadiran wanita sederhana itu cukup diperhitungkan karena anak yang diasuhnya kelak menjadi presiden Republik Indonesia pertama.
Ruh dan jiwa Sarinah senantiasa hadir dalam kehidupan Soekarno dan mengkristal menjadi gagasan besar. Gagasan besar itu tidak lain teraksentuasi dalam bentuk perjuangan perempuan Indonesia (hlm. 105).
Sarinah menjadi simbol dan representasi bagi Soekarno untuk memperjuangkan nasib perempuan Indonesia.
Pada tahun 1947, dua tahun setelah kemerdekaan dan puluhan tahun setelah Sarinah tiada, Soekarno membentuk semacam kursus politik dengan nama Sarinah. Kursus tersebut diselenggarakan di saat pemerintahan dipindah ke Yogyakarta. Ia memberikan bekal fungsi dan peran perempuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Esai-esai Soekarno ketika memberikan kursus tersebut, terkumpul dalam sebuah buku berjudul Sarinah, Kewajiban Wanita Dalam Perjuangan Republik Indonesia. Buku ini diterbitkan sebagai wujud kecintaannya terhadap Sarinah. Dan buku ini merupakan inti dari pemikiran Soekarno tentang kemerdekaan kaum perempuan, harmoni dalam masyarakat, perjuangan bersama, serta politik kekuasaan yang menjunjung keadilan dan perikemanusiaan (hlm. 107)
Perjuangan perempuan tidak selalu menuntut lahirnya ide baru, melainkan semangat yang dilandasi kesadaran untuk bangkit memperjuangkan persamaan hak atas kemerdekaan. Sarinah menjadi lambang perjuangan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan yang dalam durasi yang cukup lama, Belanda telah membuat ketimpangan di atas bangsa ini.
Untuk itulah, keberhasilan Soekarno dalam memperjuangkan nasib orang-orang kecil dan tertindas patut ditiru dan direalisasikan dalam kehidupan masa kini. Pun juga perjuangan Sarinah dalam mengasuh Soekarno yang tidak sekedar menjadi buruh asuh dalam rumah tangga dapat dijadikan tamsil setiap perempuan. Sarinah telah menjadi aktor inspiratif yang mampu mencetak kader-kader bangsa yang berkualitas.***
· Peresensi adalah pustakawan tinggal di Yogyakarta.
Penulis : S. Wisnuwardhana
Tahun Terbit : Desember 2015
Penerbit : Palapa
Tebal : 272 hlm
Peresensi : Ach. Musyfiq AR
Seorang tokoh besar, tidak terlepas dari para pengasuh yang berjiwa besar. Tak terkecuali Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno. Ia mengakui bahwa di waktu kecil, ia banyak menimba nasihat-nasihat dari sosok perempuan sederhana. Perempuan itu bernama Sarinah. Bahkan ia mengatakan kepada Soekarno agar Soekarno giat belajar dan menjadi presiden pertama Indonesia.
Sarinah hadir dalam keluarga Soekarno sebagai perempuan biasa. Ia hadir untuk membantu kesibukan Ayah Soekarno sebagai seorang guru dan Ibu Soekarno sebagai ibu rumah tangga. Kehadiran wanita sederhana itu cukup diperhitungkan karena anak yang diasuhnya kelak menjadi presiden Republik Indonesia pertama.
Ruh dan jiwa Sarinah senantiasa hadir dalam kehidupan Soekarno dan mengkristal menjadi gagasan besar. Gagasan besar itu tidak lain teraksentuasi dalam bentuk perjuangan perempuan Indonesia (hlm. 105).
Sarinah menjadi simbol dan representasi bagi Soekarno untuk memperjuangkan nasib perempuan Indonesia.
Pada tahun 1947, dua tahun setelah kemerdekaan dan puluhan tahun setelah Sarinah tiada, Soekarno membentuk semacam kursus politik dengan nama Sarinah. Kursus tersebut diselenggarakan di saat pemerintahan dipindah ke Yogyakarta. Ia memberikan bekal fungsi dan peran perempuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Esai-esai Soekarno ketika memberikan kursus tersebut, terkumpul dalam sebuah buku berjudul Sarinah, Kewajiban Wanita Dalam Perjuangan Republik Indonesia. Buku ini diterbitkan sebagai wujud kecintaannya terhadap Sarinah. Dan buku ini merupakan inti dari pemikiran Soekarno tentang kemerdekaan kaum perempuan, harmoni dalam masyarakat, perjuangan bersama, serta politik kekuasaan yang menjunjung keadilan dan perikemanusiaan (hlm. 107)
Perjuangan perempuan tidak selalu menuntut lahirnya ide baru, melainkan semangat yang dilandasi kesadaran untuk bangkit memperjuangkan persamaan hak atas kemerdekaan. Sarinah menjadi lambang perjuangan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan yang dalam durasi yang cukup lama, Belanda telah membuat ketimpangan di atas bangsa ini.
Untuk itulah, keberhasilan Soekarno dalam memperjuangkan nasib orang-orang kecil dan tertindas patut ditiru dan direalisasikan dalam kehidupan masa kini. Pun juga perjuangan Sarinah dalam mengasuh Soekarno yang tidak sekedar menjadi buruh asuh dalam rumah tangga dapat dijadikan tamsil setiap perempuan. Sarinah telah menjadi aktor inspiratif yang mampu mencetak kader-kader bangsa yang berkualitas.***
· Peresensi adalah pustakawan tinggal di Yogyakarta.
Begitu berharganya sosok Sarinah di mata Soekarno, sampai dibangun juga mal pertama di Indonesia dengan nama yang sama. Wah, beliau berdua memang hebat. Satu mengasuh dengan tulus, satu tumbuh bersama rasa menghargai yang begitu tinggi. Salut!
ReplyDelete