Home » » Demonstran Yang Tersungkur Di Makam Nabi

Demonstran Yang Tersungkur Di Makam Nabi

Diposkan oleh damar pada Monday, October 5, 2015 | 8:33 AM

Oleh : Ahmad Muchlish Amrin

Di tahun 1997, lelaki dengan tubuh gempal dan rambut gondrong ini berada di barisan paling depan ketika demontrasi. Ia memakai kaca mata cerah, kepalanya terlihat diikat kain hitam, sorot matanya sangat tajam. Bersama rombongan para pendemo, ia berjalan dari Jalan Solo menuju Malioboro.

Ia lantang berorasi,  menuntut agar rezim orde baru segera ditumbangkan. Maklum, ia adalah seorang aktivis dan ketua komisariat sebuah pergerakan di salah satu kampus negeri di kota budaya ini.

Krisis moneter yang mencengkeram negeri ini memaksa seluruh mahasiswa turun jalan. Mahasiswa yang pada mulanya hanya berada di ruang-ruang diskusi kampus, bergerak di jalur-jalur tersembunyi, membaca buku-buku yang terlarang dengan sampul yang sudah diganti, kini memberanikan diri keluar secara bersama-sama untuk menuntut agar Presiden Soeharto segera dilengserkan.
Sumber Gambar: viva.co.id

Lelaki gempal ini begitu lantang menyuarakan kehendak rakyat. Puisi perlawanan sang penyair jalanan dari kota Solo, Widji Tukhul juga tak luput dari pundi-pundi teriakan perlawanannya.

Hanya ada satu kata: lawan!

Begitu keras ia teriakkan. Kemudian biliran demontran yang mengikutinya dengan serentak berteriak “Lawaaannn!!!!”.

Sesekali pula ia memandu para demontran untuk bernyanyi dan meneriakkan yel-yel sepanjang jalan raya. Ia memandu menyanyikan lagu khas para demonstran yang masih dinyanyikan hingga hari ini yang berjudul “Darah Juang” dan “Buruh Tani” dengan tangan kiri mengepal ke depan.

Di saat seperti itu, tak jarang pula ia mengalami bentrok yang mengharuskan adu fisik dengan petugas keamanan. Ia pantang mundur. Idealisme yang bercangkang dalam pikirannya tak hendak mengalah. Perlawanan atas ketidakadilan harus diperjuangkan hingga darah penghabisan.

Begitulah pendirian kokoh lelaki gempal berkacamata ini. Hingga setelah ia menyelesaikan kuliahnya di kampus tersebut. Ia menerima hadiah menunaikan ibadah haji dari orang tuanya.

Karena hadiah dari orang tua, tentu tidak pantas untuk ditolaknya. Akhirnya, di tahun 2000 ia menunaikan ibadah haji. Aktivis yang sekaligus penyair ternama ini harus berangkat ke tanah suci.

Dan, ketika di Masjid Nabawi, di Madinah. Di saat-saat lelaki ini akan memasuki Makam Nabi Muhammad Saw, rasionalitasnya sebagai seorang demonstran kembali tumbuh.

Pelan-pelan ia berjalan mendekati Makam Nabi. Tentu jubelan buku-buku filsafat, sejarah, sosial, budaya,  dan agama menguatkan ambisi rasionalitasnya untuk terus mengembangkan sayapnya di tempat itu.
Sembari berjalan pelan-pelan menunggu antrea ke Makam Nabi, dari dada dan bibirnya  menyeruak kata-kata lirih “Aku tidak akan menangis, aku kuat. Aku tidak akan menangis, aku kuat. Aku tidak akan menangis, aku kuat.”

Langkah kakinya pelan-pelan beranjak mendekat ke Makam Nabi. Sementara dari mulutnya terus berkomat-kamit khusyuk “Aku tidak akan menangis, aku kuat. Aku tidak akan menangis, aku kuat. Aku tidak akan menangis, aku kuat.”

Selepas gerbang Raudhah, kakinya melangkah memasuki ruang Makam Nabi, dari mulutnya tetap berkata “Aku tidak akan menangis, aku kuat. Aku tidak akan menangis, aku kuat. Aku tidak akan menangis, aku kuat.”

Tetapi, meskipun bibirnya berucap begitu, mata air air matanya tumpuh juga. Dan ia memaksakan lagi mengatakan “Aku tidak akan menangis, aku kuat.” Semakin cepat, semakin cepat, semakin cepat. Air matanya pun jatuh semakin deras. Hingga ia benar-benar tersungkur di haribaan Makam Nabi.

Ia mengimani sungguh, ternyata air mata memiliki jiwanya sendiri. Lelaki mantan demontran itu benar-benar menangis sedu sedan, ruah kelam segala yang rasional. Runtuh berantakan tatanan logika yang dimilikinya.Jubelan teori-teori yang selama ini ia pegang sebagai basis intelektualitas di dunia akademik, menjadi berantakan.

Kira-kira dalam hatinya yang mengikuti jiwa air matanya yang menangis di Makam Nabi itu akan meraung-raung sebagaimana yang pernah dikumandangkan KH. Musthafa Bisri:

Ya Rasulullah
setiap saat jasadku salat
setiap kali tubuhku bersimpuh
diriku jua yang kuingat
setiap saat kubaca shalawat
setiap kali tak lupa kubaca salam
salam kepadamu wahai nabi
tapi tak pernah kusadari
apakah di hadapanku kau menjawab salamku

 
Begitu pulang dari tanah suci, ia lepas baju empirisisme, rasionalisme, dan segala tatanan pemikiran yang menyebabkan dirinya menjauhi jiwa air matanya. Dan, baginya keindahan spiritual yang melepuh di mihrab nabi mengusungnya jauh melewati padang pasir, sungai, laut, langit, hingga ia sampai ke hadhirat-Nya.

Pikiran merupakan potensi alamiah manusia yang berfungsi untuk menginternalisasi ke dalam jiwa suci manusia. Ketika manusia sudah mampu menemui-Nya, ia memanfaatkan pikiran untuk menerjemahkannya dalam bahasa sosial dan kehidupan berbudaya. Sehingga interaksi dengan sesama manusia terus berlangsung sebagaimana mestinya.

Ia kini benar-benar menjumpai-Nya di alam selanjutnya. Ia telah lama pergi mendahului kita semua. Hatinya yang lembut dan bersahaja, bermanfaat banyak untuk sesamanya dan seluruh santri-santrinya. Lelaki mantan demonstran itu bernama Zainal Arifin Thaha. Semoga arwahnya mendapatkan tempat yang sempurna di sisi-Nya.***




Artikel Terkait:

0 comments :

Post a Comment