Home » » Tubuh Tanpa Lekuk

Tubuh Tanpa Lekuk

Diposkan oleh damar pada Sunday, May 1, 2016 | 5:44 PM

Oleh : Sofyan RH. Zaid

“Seorang penyair modern pada dasarnya adalah pengrajin dan pemikir sekaligus. Puisi yang unggul bukan hanya puisi yang minta dibacaulang terus menerus, namun juga yang mengubah cara kita membaca dan menulis.” NirwanDewanto

Seorang penyair selalu dituntut menjadi pembaharu bagi sajaknya, salah satunya pembaharuan dalam frasa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, frasa berarti gabungan dari dua kata atau lebih yang membentuk pengertian dan bersifat non predikatif. Secara spesifik, frasa di dalam karya puisi berbeda dengan frasa di dalam karya lainnya. Frasa punya peran penting dalam sajak,  bahkan Rimbaud menyebut, jika semua larik dalam puisi adalah frasa, puisi tersebut akan berada di atas Injil.

Namun terkadang-sebab adanya tuntutan pembaharuan, mencari frasa yang lebih segar dari frasa yang telah klise-kita sembarangan dalam menciptakan frasa, sehingga frasa yang kita temukan cenderung gelap dan membingungkan. Padahal tujuan adanya frasa dalam puisi untuk memperoleh 'efekledak' atau paling tidak untuk mencapai 'efek puitik' yang lebih dengan tetap menajaga keutuhan, kenyamanan dan kelenturan berbahasa.

Sumber Gambar : inforepublika.com
Syarat utama dalam menciptakan frasa adalah mempertimbangkan citraan. Frasa yang tidak mempertimbangkan citraan akan terkesan gelap, dan mengganggu ‘aliran lancar’ puisi ketika dibaca, atau terkesan hanya bermain kata-kata, tanpa tujuan dan kedalaman. Misalnya frasa: "botol laut", citraan apa yang bisa ditangkap dari frasa ini? Gelap bukan.Coba bandingkan dengan frasa: "tikar laut". Ketika frasa ini dibaca, citraan yang timbul dalam benak pembaca adalah bagaimana laut terhampar serupa tikar, di mana kita bisa duduk atau bergulingan.

Lantas, apakah menciptakan frasa-frasa gelap dalam sajak itu sebuah kejahatan? Tentu tidak. Selama hal itu konsisten dilakukan dan melahirkan sesuatu yang baru. Sebagaimana membenturkan logika umum dalam puisi untuk melahirkan logika khusus yang baru. Intinya kembali pada Russel, tindakan yang lahir dari pengetahuan dan kesadaran selalu bisa dipertanggungjawabkan secara porsional. Hal ini juga berlakubagi penyair dan karyanya.

Jadi, dalam menciptakan frasa, harus mempertimbangkan citraan, mengingat begitu pentingnya frasa dalam puisi. Sebab puisi tanpa frasa sama seperti tubuh tanpa lekuk, kata Warih.

Bekasi, 19 April 2016


Artikel Terkait:

0 comments :

Post a Comment