Puisi Ahmad Muchlish Amrin
Halalbihalal di Miji
-kepada Bapak Abdul Yaid Qahar
Di manakah senyum Mbah Abdul Manan di antara padi-padi yang belum menguning?
Burung-burung terbang dari sawah satu ke sawah yang lain,
kudengar kicaunya serupa puisi
serupa cinta yang enggan pergi.
Di manakah kata-kata hujan Mbah Muzamma?
Dinginnya mengalir di urat nadi
dan air mata basah di pipi sepi.
Mendung yang kini pergi berganti matahari.
Kita yang belia sibuk mengejar bayang-bayang sendiri,
padahal bayang-bayang adalah mimpi pagi.
Bila sore nanti, bayang-bayang terentang di belakang
dan hasrat kita menjadi malam.
Di manakah kalimat-kalimat cinta Mbah Abdul Qahar
yang disaungkan di leher bulan?
Bila malam menuruti lelap dan jiwa menuruti gelap,
kita tengkurap dan ngorok bagai lenguh sapi.
“Mari kita susun lagi kata-kata
yang akan hidup jutaan tahun lagi.”
Tanpa sangsi dan ragu, kita sebut nama-nama cahaya
dengan asap kemenyan dan dupa
yang melindap di angkasa.
Di Miji, kita sampai
Di Miji, kita urai
Di Miji, kita temukan matahari dan bulan baru
Di Miji, bintang-bintang berkedip dalam diri.
Mojokerto, Agustus 2012
Sumber Tulisan: Jawa Pos, 22 Agustus 2012
Halalbihalal di Miji
-kepada Bapak Abdul Yaid Qahar
Di manakah senyum Mbah Abdul Manan di antara padi-padi yang belum menguning?
Burung-burung terbang dari sawah satu ke sawah yang lain,
kudengar kicaunya serupa puisi
serupa cinta yang enggan pergi.
Di manakah kata-kata hujan Mbah Muzamma?
Dinginnya mengalir di urat nadi
dan air mata basah di pipi sepi.
Mendung yang kini pergi berganti matahari.
Kita yang belia sibuk mengejar bayang-bayang sendiri,
padahal bayang-bayang adalah mimpi pagi.
Bila sore nanti, bayang-bayang terentang di belakang
dan hasrat kita menjadi malam.
Di manakah kalimat-kalimat cinta Mbah Abdul Qahar
yang disaungkan di leher bulan?
Bila malam menuruti lelap dan jiwa menuruti gelap,
kita tengkurap dan ngorok bagai lenguh sapi.
“Mari kita susun lagi kata-kata
yang akan hidup jutaan tahun lagi.”
Tanpa sangsi dan ragu, kita sebut nama-nama cahaya
dengan asap kemenyan dan dupa
yang melindap di angkasa.
Di Miji, kita sampai
Di Miji, kita urai
Di Miji, kita temukan matahari dan bulan baru
Di Miji, bintang-bintang berkedip dalam diri.
Mojokerto, Agustus 2012
Sumber Tulisan: Jawa Pos, 22 Agustus 2012
0 comments :
Post a Comment