Home » » Mens Sana In Titit Sano

Mens Sana In Titit Sano

Diposkan oleh damar pada Tuesday, May 5, 2015 | 1:20 AM



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjhTk1tcaBohCZzyY8Ap2vvScZh3qRqCWLyBIPp_32gHOD2fLMnMSJBIfSh82awXzD_N1MN9O8SoUeg8vWTnZekbHqkm23lbZNknbsxcgJCXu2JFxufwjBCT4XaaCZERg27bhN6xluuYfc/s1600/DSC_0001.JPG

Ungkapan yang menjadi judul dalam tulisan ini, bermula dari sebuah karya sastra satire karya pujangga Romawi di abad ke-2 Masehi, yang berbunyi “mens sana in corpore sano” artinya jiwa yang sehat bergantung pada tubuh yang kuat.
Demicus Lunius Juvenus, sang pujangga Romawi ini menyindir kekonyolan-kekonyolan yang terjadi di masyarakatnya, Lunius dengan serius menulisnya di sebuah naskah berjudul Satires X.
Namun pada perkembangannya, ungkapan tersebut layak kiranya untuk menggambarkan kekonyolan-kekonyolan yang berkembang belakangan ini di masyarakat kita. Jiwa yang sehat bukan lagi bertumpu pada tubuh sebagai benda kebudayaan, melainkan bertumpu pada “titit” yang menjadi tumpuan.

Tidak sedikit pejabat-pejabat penting di negeri ini yang melejit kariernya, kemudian runtuh ketika kesumpekan, keterasingan jiwanya, kegersangan hatinya disandarkan pada kepuasan “titit” alias kepuasan biologis.
Tidak jarang pula wanita dijadikan sebagai alat transaksi, pelicin berbagai proyek-proyek besar di pemerintahan. Beberapa waktu lalu, bahkan ada sosok yang melambangkan dirinya sebagai ketua partai yang getol mengucapkan kalimat-kalimat religius, nampaknya juga ditangkap KPK di hotel bersama wanita yang dijadikan sebagai benda transaksi.
Bukankah kerangka berpikir mereka sudah terjebak dalam mens sana ini titit sano?
Handphone merupakan benda modernitas yang diharapkan menghasilkan kemajuan dalam masyarakat, akan tetapi justeru masyarakat lebih banyak mengalami shock culture. HP dengan berbagai fasilitasnya dimanfaatkan untuk searching daun-daun muda melalui sosmed facebook, twetter, dan sejenisnya. Itulah sebabnya, tidak jarang di desa-desa, kecamatan, atau kota-kota kecil terjadi perselingkuhan karena disebabkan oleh media sosial.
Apakah fasilitasnya yang keliru? Tentu saja tidak. Orang yang memegang fasilitas tersebut tidak menggunakannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan fungsi yang tepat.
Tokoh psikologi semacam Sigmund Frued dan Carl Gustav Jung telah mengulas panjang lebar seputar dunia libido. Bagi keduanya, libido merupakan energi psikis yang bertentangan perilaku beradab. Karena itulah, dibutuhkan kemampuan menggunakan ego untuk menyalurkan energi libidinal pada objek yang tepat dan jalur yang tepat.
Semuanya bergantung kepada masing-masing person, kawan! Apakah kita menjadi bagian dari mens sana in titit sano? Silahkan definisikan sendiri.***

Sumber Gambar:  https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjhTk1tcaBohCZzyY8Ap2vvScZh3qRqCWLyBIPp_32gHOD2fLMnMSJBIfSh82awXzD_N1MN9O8SoUeg8vWTnZekbHqkm23lbZNknbsxcgJCXu2JFxufwjBCT4XaaCZERg27bhN6xluuYfc/s1600/DSC_0001.JPG


Artikel Terkait:

0 comments :

Post a Comment