Home » » Rabi'ah, Pelopor Sufi Jomblo Oleh A. Yusrianto Elga

Rabi'ah, Pelopor Sufi Jomblo Oleh A. Yusrianto Elga

Diposkan oleh damar pada Thursday, September 10, 2015 | 9:26 PM

Oleh: A. Yusrianto Elga

Saat orang lain bersedih hati karena sang kekasih yang diharapkannya tak kunjung datang, Rabi’ah al-Adawiyah malah tersenyum bahagia menikmati kesendiriannya. Saat orang lain dicekam kesunyian karena kisah cintanya bertepuk sebelah tangan, Rabi’ah terlihat sumringah menjalani hari-hari tanpa seorang kekasih yang menjadi dambaan hatinya, tanpa siapapun yang menjadi tempat pelabuhan rindunya.

Itulah Rabi’ah. Pelopor jomblo yang bergelar The Mother of The Grand Master.Rabi’ah adalah tokoh sufi yang lahir tahun 717 Masehi di Bashrah. Selama hidupnya,  Rabi’ah menyendiri. Menyepi dalam keheningan jiwanya yang sunyi.  Baginya, jomblo adalah sebuah pilihan. Ya, sebuah pilihanyang menjadi prinsip hidupnya. Sikap hidup menjomblo Rabi’ah ini banyak yang memuji, tapi banyak pula yang iri.
Sumber Gambar: artikelbebas.com

Banyak laki-laki yang patah hati pada Rabi’ah. Kecantikannya, pesona jiwanya, kemuliaan prilakunya sanggup menggoyahkan hasrat banyak laki-laki untuk mengungkapkan rasa cinta kepadanya. Tapi, hati Rabi’ah telah tertutup bagi siapapun, baik bagi yang mengungkapkan cinta dengan terang-terangan ataupun yang diam-diam menyimpan perasaan, diam-diam menaruh perhatian.

Muhammad bin Sulaiman al-Hasyimi, seorang Amir Abbasiyah dari Basrah (w. 172 H), juga pernah dibuat patah hati oleh Rabi’ah. Seluruh ungkapan cinta dan lamarannya seperti tak berguna. Sebab Rabi’ah menolaknya. Meskipun tokoh terkenal dari Basrah itu sanggup memberikan mahar perkawinan sebesar 100 ribu dinar,di samping memiliki pendapatan sebanyak 10 ribu dinar tiap bulan,tapi Rabi’ah tetap menolak. Rabi’ah setia dengan kejombloannya.

Sufyan at-Tsauri, tokoh sufi yang hidup semasa dengan Rabi’ah, pernah menyaksikan kejantanan Rabi’ah dalam menolak cinta seorang pangeran kaya raya.

“Apakah engkau akan menikah kelak,? tanya Sufyan dengan sangat heran kepada Rabiah yang menolak tawaran menikah.

“Pernikahan merupakan kewajiban bagi mereka yang mempunyai pilihan. Padahal aku tidak mempunyai pilihan kecuali mengabdi kepada Allah,” ujar Rabi’ah dengan getar spiritual yang mengagumkan.

“Bagaimanakah jalannya sampai engkau mencapai martabat itu?,”tanya Sufyan Tsauri.
 
“Karena telah kuberikan seluruh hidupku,” ujar Rabiah.

“Mengapa bisa kaulakukan itu, sedangkan kami tidak?”

“Sebab aku tidak mampu menciptakan keserasian antara perkawinan dan cinta kepada Tuhan.”

Rabi’ah sengaja menjomblo karena cintanya yang begitu besar kepada Tuhan. Rabi’ah sengaja menyendiri karena kemesraannya dengan Tuhan yang begitu intim. Beberapa kali ia menolak lamaran seorang laki-laki. Di hadapan Rabi’ah, seseorang merasa dipermalukan oleh kata-katanya, oleh rayuan-rayuan gombalnya.
Ketika menolak lamaran seorang gubernur, Rabi’ah membuat sebuah pernyataan yang mengagumkan:

“Penolakan terhadap dunia ini adalah perdamaian, sedangkan nafsu terhadapnya akan membawa kesengsaraan. Kendalikan nafsumu dan jangan biarkan orang lain mengendalikan dirimu. Bagimu, pikirkanlah hari kematianmu; sedang bagiku, Allah dapat memberiku semua apa yang telah engkau tawarkan itu dan bahkan berlipat ganda. Aku tidak suka dijauhkan dari Allah walaupun hanya sesaat. Karenanya, selamat tinggal.”

*) Penulis, tinggal di kedai-kedai kopi di Jogjakarta. Twitter @yusrielga



Artikel Terkait:

0 comments :

Post a Comment