KABARBANGSA.COM---Banyak aktivis sosial media yang memang mengenal nama Fadjroel Rachman, ia sangat getol memberikan kritik terhadap pemerintahan di zaman SBY. Ketika pemilihan presiden kemarin, ia menjadi salah satu pendukung Jokowi, dan kini mendapatkan buahnya, ia diangkat sebagai komisaris Adhi Karya.
Nampaknya ada beberapa orang yang berpandangan berbeda dengan naiknya bung Fadjroel, salah satunya adalah Edi A Efendy, ia adalah salah satu mantan redaktur opini Harian Media Indonesia, yang juga kebetulan dianggap sebagai media penyokong pemerintahan Jokowi.
Melalui akun twitternya, Edi A. Efendi @eae18 menulis begini :
"Tarli Nugroho, dosen UGM menulis: setelah sinetron 'Tukang Bubur Naik Haji' meledak, giliran sinetron 'Tukang Kritik Jadi Komisaria', moncer."
Kritik tersebut tentu dapat dimaknai sebagai sebuah perhatian buat Fadjroel Rachman. Artinya jangan hanya nyaring berbicara ketika dirinya tidak mendapatkan jabatan apa-apa, namun ketika memangku sebuah jabatan, kemudian tidak dapat bersuara karena dikerangkeng sebuah jabatan.
Konon, Deny Indrayana di zaman belum menjadi apa-apa, sangat nyaring memberikan kritik terhadap pemerintah. Begitu dirinya menjadi wakil menteri, menjadi orang nomor satu yang membela rezimnya. Pengalaman-pengalaman tersebut harusnya dapat dijadikan pelajaran penting. Biar apa yang pernah dilakonkan oleh Butet Kertarajasa "Matinya Toekang Krtitik" tidak menjadi kenyataan dalam kehidupan bung Fadjroel.*** (sof)
Nampaknya ada beberapa orang yang berpandangan berbeda dengan naiknya bung Fadjroel, salah satunya adalah Edi A Efendy, ia adalah salah satu mantan redaktur opini Harian Media Indonesia, yang juga kebetulan dianggap sebagai media penyokong pemerintahan Jokowi.
Sumber Gambar: dok. edyaefendi |
"Tarli Nugroho, dosen UGM menulis: setelah sinetron 'Tukang Bubur Naik Haji' meledak, giliran sinetron 'Tukang Kritik Jadi Komisaria', moncer."
Kritik tersebut tentu dapat dimaknai sebagai sebuah perhatian buat Fadjroel Rachman. Artinya jangan hanya nyaring berbicara ketika dirinya tidak mendapatkan jabatan apa-apa, namun ketika memangku sebuah jabatan, kemudian tidak dapat bersuara karena dikerangkeng sebuah jabatan.
Konon, Deny Indrayana di zaman belum menjadi apa-apa, sangat nyaring memberikan kritik terhadap pemerintah. Begitu dirinya menjadi wakil menteri, menjadi orang nomor satu yang membela rezimnya. Pengalaman-pengalaman tersebut harusnya dapat dijadikan pelajaran penting. Biar apa yang pernah dilakonkan oleh Butet Kertarajasa "Matinya Toekang Krtitik" tidak menjadi kenyataan dalam kehidupan bung Fadjroel.*** (sof)
0 comments :
Post a Comment