Laporan Wartawan Kabar Bangsa: Khairi Esa Anwar
KABARBANGSA.COM---Yogyakarta---Langit Yogyakarta malam itu, menyajikan warna cerah tanpa riak awan hitam. Rembulan yang memancar di bulan suci ramadhan, sebuah awal dari kisah yang tiada henti diucapkan. Seolah ada sepenggal kisah pengalaman yang ingin dikabarkan pada warga yang sedang melakukan kegiatan. Ada tiang yang tegak tertanam di atas waktu yang semakin remuk karena lintasannya yang tak kunjung selesai. Begitu pula dengan cita-cita yang menggantung di benak, menunggu terealisasikan. Harus selesai dalam tempo yang telah ditentukan.
Seorang lelaki yang sedang menikmati secangkir kopi susu bersama sebungkus wafer coklat tango, duduk di beranda rumah. Lelaki kelahiran 26 Januari 1991, ingin berbagi pengalamannya kepada wartawan Kabar Bangsa. Popong, begitu teman-temannya memanggil lelaki yang bernama lengkap Abd. Gafur ini. Rambutnya yang kriting seolah ingin menyampaikan kalau dia pekerja keras dan ulet. Gaya rambutnya mengingatkan kami pada penyanyi rock Ahmad Albar.
Lelaki yang sehari-hari bekerja di kantor NGO Hoshizora Foundation ini, memiliki pengalaman yang patut ditiru di masa lalunya. Ia bekerja serabutan, mulai menjual roti bakar, burjo, dan menjajakan coklat di berbagai tempat. Sampai pada akhirnya, ia menelan rasa manis menjadi pekerja di kantor NGO Hoshizora Foundation yang bergerak di bidang pendidikan. Ada pesan yang patut dijadikan contoh bagi generasi selanjutnya, bahwa bekerja bukan untuk mendapatkan keuntungan. Melainkan bagaiman cara berinteraksi dengan orang di sekitarnya dan tetap bersyukur pada nikmat yang diberikan Allah.
“Apapun yang ditekuni, harus istiqomah. Bukan sebuah keuntungan yang harus kita kejar, melainkan bagaimana cara kita berinteraksi dengan orang lain. Yang tak kalah penting dari itu semua, yaitu: berdoa.” Ia tertawa seraya menyeruput kopi hangatnya yang masih mengepulkan aroma kopi susu. Tanpa ada rasa sungkan, ia menceritakan masa lalunya. “Saya pernah ditolak perempuan, lantaran saya tidak punya pekerjaan. Saya hanya bersikap dewasa saja, kalau penolakan itu awal dari sebuah proses pendewasaan.”
Obrolan kami terhenti, ketika ia pamit ingin menemui rekan kerjanya untuk membahas hasil yang dicapai selama beberapa bulan ini. Pertemuan yang singkat dengannya, dapat dijadikan pelajaran bahwa proses membutuhkan istiqomah. Terakhir, ia menyampaikan kalimat yang penuh motivasi: “Semangat! Manusia boleh berencana. Lalu, serahkan kepada Allah, karena Dia yang mengatur segala urusan.”
Malam larut pada gelap, ia akan menutup diri di antara berjubelnya manusia yang sedang melakukan kegiatan. Rembulan memancarkan cahaya yang menyala di tiang waktu. Sementara itu, Popong mengendarai motor supra vit yang bergerak ke arah di mana kesuksesan telah menunggunya. (KEA).
KABARBANGSA.COM---Yogyakarta---Langit Yogyakarta malam itu, menyajikan warna cerah tanpa riak awan hitam. Rembulan yang memancar di bulan suci ramadhan, sebuah awal dari kisah yang tiada henti diucapkan. Seolah ada sepenggal kisah pengalaman yang ingin dikabarkan pada warga yang sedang melakukan kegiatan. Ada tiang yang tegak tertanam di atas waktu yang semakin remuk karena lintasannya yang tak kunjung selesai. Begitu pula dengan cita-cita yang menggantung di benak, menunggu terealisasikan. Harus selesai dalam tempo yang telah ditentukan.
Seorang lelaki yang sedang menikmati secangkir kopi susu bersama sebungkus wafer coklat tango, duduk di beranda rumah. Lelaki kelahiran 26 Januari 1991, ingin berbagi pengalamannya kepada wartawan Kabar Bangsa. Popong, begitu teman-temannya memanggil lelaki yang bernama lengkap Abd. Gafur ini. Rambutnya yang kriting seolah ingin menyampaikan kalau dia pekerja keras dan ulet. Gaya rambutnya mengingatkan kami pada penyanyi rock Ahmad Albar.
Lelaki yang sehari-hari bekerja di kantor NGO Hoshizora Foundation ini, memiliki pengalaman yang patut ditiru di masa lalunya. Ia bekerja serabutan, mulai menjual roti bakar, burjo, dan menjajakan coklat di berbagai tempat. Sampai pada akhirnya, ia menelan rasa manis menjadi pekerja di kantor NGO Hoshizora Foundation yang bergerak di bidang pendidikan. Ada pesan yang patut dijadikan contoh bagi generasi selanjutnya, bahwa bekerja bukan untuk mendapatkan keuntungan. Melainkan bagaiman cara berinteraksi dengan orang di sekitarnya dan tetap bersyukur pada nikmat yang diberikan Allah.
“Apapun yang ditekuni, harus istiqomah. Bukan sebuah keuntungan yang harus kita kejar, melainkan bagaimana cara kita berinteraksi dengan orang lain. Yang tak kalah penting dari itu semua, yaitu: berdoa.” Ia tertawa seraya menyeruput kopi hangatnya yang masih mengepulkan aroma kopi susu. Tanpa ada rasa sungkan, ia menceritakan masa lalunya. “Saya pernah ditolak perempuan, lantaran saya tidak punya pekerjaan. Saya hanya bersikap dewasa saja, kalau penolakan itu awal dari sebuah proses pendewasaan.”
Obrolan kami terhenti, ketika ia pamit ingin menemui rekan kerjanya untuk membahas hasil yang dicapai selama beberapa bulan ini. Pertemuan yang singkat dengannya, dapat dijadikan pelajaran bahwa proses membutuhkan istiqomah. Terakhir, ia menyampaikan kalimat yang penuh motivasi: “Semangat! Manusia boleh berencana. Lalu, serahkan kepada Allah, karena Dia yang mengatur segala urusan.”
Malam larut pada gelap, ia akan menutup diri di antara berjubelnya manusia yang sedang melakukan kegiatan. Rembulan memancarkan cahaya yang menyala di tiang waktu. Sementara itu, Popong mengendarai motor supra vit yang bergerak ke arah di mana kesuksesan telah menunggunya. (KEA).
0 comments :
Post a Comment