Home » » Pedagang Amin Kekinian (Anti Marx Tapi Marxis)

Pedagang Amin Kekinian (Anti Marx Tapi Marxis)

Diposkan oleh damar pada Sunday, July 12, 2015 | 4:37 AM

Oleh : Edi AH Iyubenu 

Siapalah di antara umat beragama yang tidak gedek sama Karl Marx? Iya, itu si ateis yang terkenal banget dengan kredonya: “Agama itu candu”; si biang kerok Materialisme-Logika; nenek moyang Sosialisme yang menelorkan Stallinisme, Leninisme, dan tentu Komunisme.

Sudah cukup kan alasan-alasan untuk membuat kita benci secara na’udzubillah pada Marx yang jenggotnya jauh lebih tebal dari punyamu itu. (Baca juga: LGBT, Berkelahi Untuk Amerika)

Istilah “candu” dalam kredo Marx ini, seperti diuraikan Daniel L. Pals dalam Seven Theories of Religion, bermakna: agama itu hanya iming-iming memabukkan yang sengaja ditiupkan kaum borjuis (kapitalis) kepada kaum proletar (buruh, jelata, juga jomblo kali ya…) agar “manut”.
amin
Sumber Gambar: khezo.com

Dalam bahasa kekinian bisa diwujudkan dalam ungkapan begini: “Kamu, Tong, boleh-boleh aja melarat lagi kere di dunia ini, tapi ada surga yang indah beserta 70 bidadarinya yang selalu perawan dan siap kamu kentu asalkan kamu beragama.”

Lalu letoylah kaum proletar diperalat kaum borjuis. Inilah akar kebencian Marx pada agama. Ia melihat agama hanya menjadi senjata kaum kapitalis untuk mencengkeramkan kuku-kuku penindasannya pada kaum tepian. (Baca juga: Merindukan Allah Seperti Kerinduan Nietzsche, Freud, dan Marx)

Dong, kan, ya?

Kini, di medsos, mencuat trend status merengek minta dikomen dengan “amin” atau “like”. Tak main-main, iming-imingnya agar kita sontak terpanggil seolah itu adalah jihad fi sabilillah ialah surga.  Iya, surga.

Risiko makna terbalik yang timbul kemudian ialah: siapa pun yang enggan memberikan “amin” di statusnya, nasibnya akan berakhir di neraka. Kalau trend ini ditarik ke salah satu fatwa Hafidz Ary di tweter (“Orang kafir udah bunuh diri saja, percuma juga hidup lama-lama sebab ujungnya ke neraka juga.”), istinbath al-hukmi-nya begini: yang ogah ngaminin, udah bunuh diri aja, sebab percuma juga hidup lama-lama toh ujungnya bakal ke neraka.

Asyik, kan, logika ini. Iya, asyik pekoke!

Kian hari kian booming saja gaya nyetatus beginian. Segala urusan diformulasikan selesai cukup dengan cara “amin”. Dari urusan kere hingga kelamaan ngejomblo. (Baca juga: Dedek Gemes Umrah Adalah Pilihan Terbaik Disandingkan Ke Pelaminan)
Sumber Gambar: hidupituanugerah.blogspot.com

Trend ini jika dikaji dengan metode Marx tadi, jelas
 sangat sejalan. Kok merengut?

 “Amin” didesain dengan ciamiknya sampai menjelma “candu” di hati para pembeli dagangan itu. Iming-imingnya sejajar dengan gaya kritik Marx itu: kehidupan bahagia di akhirat. Plek, kan?

Soal di sini logika harus dikalangkan tanah dulu, sebodohlah. Apalah guna logika di hadapan hal-hal yang ukhrawi gitu. Ya, to?

Makanya ndak usah heran lho bila ada status sejenis ini dari pedagang amin itu:

“Jika Anda ingin punya rumah di tahun 2016, ketik amin dan like ya. Allah selalu menyertai kita. Barakallah….”

Bejibulan dalam hitungan menit umat agama yang membeli status bakul amin itu. Dari amin saja, amin plus kata-kata candu tertentu biar lebih marem, hingga amin yang dikapitalin semua biar lebih kebaca oleh malaikat.

Apakah ada relasi logis antara punya rumah dan amin?

Soal demikian pasti hanya akan dilontarkan oleh kalian yang lemah iman! Korban liberalis! Atau jangan-jangan kalian Syiah ya, Ahmadiyah ya,  pengikut Lia Eden ya, pemuja Islam Nusantara ya. Dasar kalian sesat, kafir! Allahu akbar….

Nah, apa saya bilang? Kalian akan bernasib semalang itu bila berani mempertanyakan relevansi, argumentasi, dan bahkan sunnatullah di hadapan status bakul amin itu. Pokoknya, buang akal. Campakkan! Agar kamu bego dengan solid. Sehingga mudahlah untuk mengetik amin. (Baca juga: Puasa Itu Selo)

Inilah masa di mana kita begitu membenci Marx dengan tudingan ateis yang dibenci Tuhan tetapi di detik yang sama kita menggugu metodenya.

Andai Marx masih hidup, aktif main Facebook, lalu ketemu sama status para pedagang amin itu, pastilah ia akan memekik: “Kalian menistaku tetapi meniruku! Hasyuuhhhh kabeh….!!!”

Yuk, ketik “amin” dan “like” di tulisan ini. Agar hidup kita jadi hasyuh. Eh, barokah. Maaf. (Baca juga: Tulisan Tentang Ramadhan Yang Sok Ilmiah)




Masjid Syuhada, Jogja, 11 Juli 2015


Edi AH Iyubenyu, CEO Diva Press dan Rektor #KampusFiksi, Yogyakarta


Artikel Terkait:

1 comments :