Home » » Teologi Sapi

Teologi Sapi

Diposkan oleh damar pada Sunday, September 3, 2017 | 3:50 AM

Oleh : Ahmad Muchlish Amrin

Sapi termasuk salah satu hewan kecintaan masyarakat kita. Sapi adalah lambang semangat, lambang keindahan, lambang kehidupan para petani/peternak kecil di pedesaan. Itulah sebabnya dalam masyarakat kita terdapat kontestasi sapi; karapan sapi dan sapi sonok atau lotrengan.

Sapi memiliki sakralitasnya sendiri. Dalam mitologi Yunani, ada sebuah kepercayaan kepada Ofiotaur, yang penggambarannya separuh sapi dan separuh ular. Masyarakat Yunani kuno percaya, siapapun yang dapat membunuhnya dan membakar semua isi perutnya kelak akan mampu mengalahkan dewa. Kepercayaan yang berlangsung di zaman arkaik ini berlangsung di tahun 650-450 SM.

Namun, 2000-an tahun sebelumnya, dalam sejarah peradaban Mesir kuno, terdapat salah satu dewa sapi bernama Marduk, yakni sapi matahari. Ia menjadi dewa pelindung kota Babilonia, sebuah kota yang terletak di selatan Mesopotamia, sekarang lebih dikenal sebagai bangsa Irak. Marduk menjadi dewa utama dalam kekaisaran Babilonia. Gelar Nebukadnezar bagi pemimpin kekaisaran zaman itu diyakini sebagai putra Marduk. Ihwal kisah-kisah ini tercatat dalam al-kitab ibrani, al-kitab perjanjian lama, al-kitab perjanjian baru. Nebukadnezar mempersembahkan sebuah monumen besar megah di tengah kota Babilon, yang disebut ziggurat. Monumen besar itu tak lain dan tak bukan dipersembahkan untuk Marduk.


Al-Qur'an sendiri memberikan ruang khusus tentang tema sapi melalui surat al-baqarah (sapi betina). Suatu hari ada seseorang yang meninggal di tanah Israel. Sementara orang yang membunuhnya misterius. Masyarakat Israel saling tuduh antara satu dengan yang lainnya. Salah seorang dari tokoh masyarakat mengambil inisiatif mendatangi Musa. Kemudian Allah berfirman kepada Musa sebagaimana yang dilansir dalam surat al-baqarah : 71-73

Dalam kisah Yusuf di "pengasingan", dikisahkan bahwa Raja Mesir bermimpi tujuh ekor sapi gemuk memakan tujuh ekor sapi yang kurus. Seorang budak yang ditahan karena tampan memukau permaisuri raja diundang untuk menafsirkan mimpinya setelah penafsir mimpi di seantero negeri tak dapat memecahkan masalahnya. Maka sang budak yang dijual oleh seorang pedagang bernama Kithfir setelah ditemukan di dalam sumur, berhasil memecahkan mimpi sang raja. Budak laki-laki tampan rupawan yang kelak meninggal di Palestina itu mengatakan bahwa akan terjadi masa berlimpah selama tujuh tahun dan masa peceklik selama tujuh tahun. Apapun yang dihasilkan dalam masa-masa berlimpah, tetap tidak cukup untuk memenuhi di masa peceklik. Karena tafsir mimpiya, lelaki putra Ya'kub ini dibebaskan dari hukuman dan selanjutnya menjadi staf khusus raja. Yusuf, sang budak yang memukau permaisuri itu ternyata dibebaskan Tuhan dari jeruji penjara melalui media "sapi".
Sapi juga digunakan sebagai media berkurban dalam agama-agama abrahamic atau agama yang lahir dari generasi Nabi Ibrahim. Keyakinan dalam mengorbankan sapi menjadi pengejawantahan dari pengorbanan egoisme sebagai seorang manusia. Sapi dengan sendirinya menjadi simbol intrinsik dari nilai-nilai kemanusiaan yang diyakini memiliki kekuatan di luar dirinya---dalam bahasa Plato disebut dualisme manusia yakni jasmani dan rohani, yang dalam filsafat barat cenderung terkategori dalam naturalisme.

Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga sempat marah terhadap sapi, lebih tepatnya pada tahun 2010, terdapat demontrasi rakyat yang memakai media sapi. Sebut saja Yosep Rizal yang melakukan demo dengan membawa sapi ke depan istana, di perutnya di tulis "si buya". Sang presiden benar-benar meradang dengan protes tersebut, ia bahkan menganggap bahwa demontrasi itu sangat tidak beretika.

Sapi oh sapi. Sapi ternyata memiliki sejarah yang panjang dan peran yang cukup penting dalam kehidupan umat manusia.***


Artikel Terkait:

1 comments :