Home » » Agama Dapat Menyebabkan Hipertensi

Agama Dapat Menyebabkan Hipertensi

Diposkan oleh damar pada Monday, September 11, 2017 | 12:01 AM

Oleh : Fatimatus Zahra

Belakangan ini, topik agama telah dimainkan sebagai alat propaganda dalam politik praktis. Ditangkapnya kelompok Saracen adalah penanda paling buruk bagi negara demokrasi yang berasaskan pancasila. Propaganda yang menggunakan isu agama membuat tensi meningkat, situasi memanas, dan tingkat kemarahan publik semakin merata.

Agama dapat menjadi penyebab hipertensi bagi publik apabila agama dijadikan sebagai tangan kanan politik praktis. Di saat partai politik bermanuver menggunakan isu agama untuk memuluskan kepentingannya, maka makna agama yang sakral terbakar oleh hasrat instan manusia.

Sumber Gambar : pixabay.com
Hasrat ingin berkuasa meregang kapasitas eksistensial yang suci, diluberkan oleh aksi-aksi adu domba, manajemen isu fitnah, hoax, dan petisi-petisi atas nama dalil-dalil suci. Meskipun di dalamnya, kepentingan politik praktis lebih dominan, tak lain untuk menjatuhkan lawan politiknya. Ahok adalah korban dari hipertensi yang disebabkan oleh isu agama.

Kemarahan yang dikelola oleh sosial media, mengalir begitu deras ke titik paling pinggir negeri ini. Kemarahan itu tumbuh menjadi jutaan kemarahan yang lain, sehingga apabila aksi-aksi tersebut dibiarkan oleh para pemikir agama yang jernih, maka agama akan mengalami strok total.

***

Agama yang sejatinya dijadikan sebagai langgam bagi kesalihan individual dan kesalihan sosial, justru di dalamnya ditunggangi oleh arsitektur kemarahan dan situs kebencian yang tak berdasar.
Model penganut agama yang cenderung tekstual dogmatis juga menjadi lahan subur bagi lahirnya hipertensi ini. Di saat penganut agama hanya berguru pada sosial media, mengutip referensi dari twetter, syaikh gugel, kemudian berfatwa dengan pola menyalahkan orang lain, mengklaim dirinya paling benar, saat itu pula kemudian asupan-asupan yang mengiringinya akan menyebabkan darah tinggi---alias bertukar kemarahan.

Sementara stack holder partai politik yang memanfaatkannya akan meninggalkannya apabila semua tujuan politiknya tersampaikan. Sedangkan publik yang terjangkiti hipertensi agama ini akan menderita sepanjang hidupnya.

Sejatinya, agama mengajarkan keluhuran, akhlak, etika, tata krama, dan toleransi, akan tetapi penganut agama justru sering terjebak dalam keterbatasan cara pandangnya sendiri yang kemudian diperparah dengan menutup diri atas internalisasi----meminjam istilah Gusmus, berhenti belajar.

Dampaknya adalah cupet dan sempitnya cara pandang atas agama dan mudahnya dimanfaatkan oleh cengkraman politik praktis, sehingga "agama" pada hilirnya akan menjadi penyebab hipertensi.***

* penulis adalah peneliti agama, tinggal di Jakarta.


Artikel Terkait:

1 comments :