Home » » Literasi Malaysia Makin Redup, Wawancara dengan Wan Zamzahidi Wan Zahid

Literasi Malaysia Makin Redup, Wawancara dengan Wan Zamzahidi Wan Zahid

Diposkan oleh damar pada Friday, September 22, 2017 | 9:23 PM

KABARBANGSA.COM---Sebuah bangsa dapat diukur dari seberapa perhatian terhadap dunia literasi. Penting kiranya dibangun kultur yang berpaut dengan tradisi membaca yang istiqamah.
Kabarbangsa.com secara khusus mewawancarai salah seorang pengamat literasi Malaysia, Wan Zamzahidi Wan Zahid. Statemennya sungguh dapat menjadi catatan penting bagi pemerintah Malaysia.

Baca juga: Agama Dapat Menyebabkan Hipertensi

1. Selamat siang, Bapak Zamzahidi. Pertanyaan pertama kami, bagaimana perkembangan buku sastra di Malaysia?

Siang juga ya. Perkembangan buku sastra di Malaysia pada masa ini tidak begitu menggalakkan, sekiranya dilihat menerusi nilai-nilai sastra. Banyak buku yang diterbitkan hari ini adalah lebih kepada memenuhi permintaan pasaran samada ianya untuk bacaan santai (kisah-kisah ringan) atau sesuatu yang mempunyai agenda tersendiri seperti teori-teori ekonomi, politik, ideologi, dan sebagainya.


Baca juga: Kontroversi Hadiah Nobel Bobdylan

Sumber Gambar: wan zamzahidi wan zahid/kabarbangsa.com
2. Baik. Yang lebih potensial dalam pemasaran buku sastra di Malaysia, apa puisi, cerpen, atau novel?

Sehubungan itu, penerbitan karya-karya sastra dilihat sangat kurang, lebih-lebih bilangan (jumlah,red.) penulis sastra sangat berkurangan. Yang berusia samada telah pulang ke pangkuan ilahi atau telah jemu untuk berkarya dan tiada pengganti dari lapisan muda untuk mengambil tempat mereka dalam penulisan bahasa sastra.
Dalam pemasaran buku di Malaysia, novel dilihat lebih mendapat ruang. Banyak novel dihasilkan yang berkisar tentang kisah-kisah masyarakat yang "ringan" seperti kisah cinta, kekecewaan, rumah tangga, dan sebagainya. Saya sebenarnya masih menunggu kisah-kisah berat seperti tulisan-tulisan Arenawati, Usman Awang, A. Samad Said, dan sebagainya. Ada satu karya penulis baru bernama Aduka Taruna bertajuk "Lahanat Jebat" yang menyorot kisah pertentangan Tuah dan Jebat menurut sudut yang lain, pemahaman yang lain, dan pemikiran yang lain, dan pemikiran yang berbeza.

3. Lalu bagaimana peran komunitas penulis untuk kemajuan sastra Malaysia?

Kelompok penulis memiliki wadah mereka sendiri seperti GAPENA (Gabungan Penulis Nasional) serta beberapa pertumbuhan lain mengumpulkan penulis untuk sama-sama membincangkan kaidah untuk penambahbaikan dalam penulisan sastera di Malaysia, tetapi saya melihat wujudnya beberapa isu politiking dalam pertumbuhan-pertumbuhan ini yang sedikit merencatkan usaha membangunkan penulisan sastra. Kebanyakan penulis menghasilkan karya mereka secara pribadi, seterusnya mencetak, dan memasarkan mengikut ruang yang telah wujud.

4. Apakah penulis Malaysia digaji oleh negara? Bagaimana negara Malaysia mengapresiasi para penulis?

Penulis bergerak secara tersendiri, tiada biaya dari negara. Yang ada hanyalah sokongan dari penerbit yang akan menerbitkan karya penulis serta berkongsi pendapatan yang didapati dari hasil jualan karya-karya sastra tersebut.

5. Media apa saja yang sering mengapresiasi munculnya penulis Malaysia?

Di Malaysia, tidak banyak akhbar dan majalah yang menyiarkan karya-karya sastera terutama dari mereka yang sudah lama bergiat. Kalau adapun hanya tabloid-tabloid biasa yang menyiarkan karya-karya penulis baru dalam edisi mingguan mereka.

Baca juga: Teologi Sapi

Ada satu majalah terbitan Dewan Bahasa (Badan Negara yang mengawasi isu-isu bahasa dan kesusasteraan) dipanggil Dewan Sastera, yang menyiarkan berkaitan dengan sastera, ulasan-ulasan, penulisan sasterawan, dan sebagainya.

Tentu pandangan saya ini sangat subyektif dan hanyalah pemerhatian tentang pergerakan karya sastera buat masa kini. Saya sesungguhnya bukanlah layak untuk bercakap tentang sastera karena saya bukan penggiat, hanya mengamati.

6. Terima kasih atas partisipasinya, pak!

Iya sama-sama.



Artikel Terkait:

0 comments :

Post a Comment