Kabarbangsa.com---Ketika ada di pesantren Langitan, Tuban, Kiai Kholil tidak pernah meninggalkan shalat berjamaah. Saat itu, shalat isya' berlangsung hikmat. Namun tiba-tiba Syaikhona Kholil tertawa keras di waktu shalat berlangsung khusyu'.
Baca Juga:
* Kiai Syaikhona Kholil dan Anjing Hitam
* Tanda-Tanda Hajimu Mabrur Menurut Kanjeng Nabi
Kemudian Kiai Muhammad Noer memanggil santri dari Bangkalan Madura ini, "Kholil, waktu shalat tadi kamu tertawa terbahak-bahak, apa kamu lupa kalau tertawa dalam shalat dapat membatalkan shalat dan mengganggu kekhusyukan yang lain?"
Baca Juga:
* Rahasia Orang Giliyang Berumur Panjang
* Mengokohkan Keberagaman Lewat Nasionalisme
"Maaf Kiai, ketika waktu shalat, saya melihat panjenengan sedang mengaduk-aduk nasi di bakul, sebab itulah saya tidak bisa menahan tawa. Mohon maaf kiai, apakah saya salah?"
Kiai Noer terkejut. Santri yang bernama Kholil ini benar. Santri anyar tersebut dapat melihat apa yang terlintas dalam pikiran Kiai ketika shalat. Kiai Noer terpaku sambil menarik napas.
"Kamu benar anakku. Di saat mengimami shalat, terasa perut saya lapar. Yang terlibtas dalam pikiran saya makanan. Nasi." Tukas kiai jujur.
Maka sejak kejadian itu karomah Kiai Kholil menyebar tidak hanya di pesantren. Setelah itu, setiap pesantren yang didatangi Kiai Kholil belajar selalu berhati-hati.
Sumber: kisah ini dibahasakan ulang dari buku Surat Kepada Anjing Hitam, karya Saifur Rahman
Baca Juga:
* Kiai Syaikhona Kholil dan Anjing Hitam
* Tanda-Tanda Hajimu Mabrur Menurut Kanjeng Nabi
Sumber Gambar: kabarbangsa.com |
Baca Juga:
* Rahasia Orang Giliyang Berumur Panjang
* Mengokohkan Keberagaman Lewat Nasionalisme
"Maaf Kiai, ketika waktu shalat, saya melihat panjenengan sedang mengaduk-aduk nasi di bakul, sebab itulah saya tidak bisa menahan tawa. Mohon maaf kiai, apakah saya salah?"
Kiai Noer terkejut. Santri yang bernama Kholil ini benar. Santri anyar tersebut dapat melihat apa yang terlintas dalam pikiran Kiai ketika shalat. Kiai Noer terpaku sambil menarik napas.
"Kamu benar anakku. Di saat mengimami shalat, terasa perut saya lapar. Yang terlibtas dalam pikiran saya makanan. Nasi." Tukas kiai jujur.
Maka sejak kejadian itu karomah Kiai Kholil menyebar tidak hanya di pesantren. Setelah itu, setiap pesantren yang didatangi Kiai Kholil belajar selalu berhati-hati.
Sumber: kisah ini dibahasakan ulang dari buku Surat Kepada Anjing Hitam, karya Saifur Rahman
0 comments :
Post a Comment