Apa jadinya bila desa-desa dan kota-kota
dikurung abu? Apa jadinya bila pohon-pohon, tanaman, daun-daun, dan sayur-mayur
diguyur gagal panen? Orang-orang dilarang keluar rumah. Jalanan sepi. Tak
satupun orang-orang berlalu lalang. Semua orang menyelamatkan diri di rumah.
Ratusan ribu masker dibagikan. Sekolah-sekolah diliburkan. Bandara ditutup. Tentu,
hujan abu vulkanik akibat letusan gunung, benar-benar melumpuhkan roda
kehidupan.
Dalam kondisi seperti ini, saya teringat puisi
Chairil Anwar yang berjudul Hampa:
Sepi di
luar. Sepi menekan-mendesak.
Lurus kaku
pohonan. Tak bergerak
Sampai ke
puncak. Sepi memagut,
Tak satu
kuasa melepas-renggut
Segala
menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
Kisah sedih kutukan abu memang pernah terjadi
sekitar 2000 tahun lalu, peradaban Pompeii luluh lantak oleh abu vulkanik,
lahar, dan awan panas letusan gunung Vesuvius. Pompeii merupakan bagian dari kota
kejayaan Romawi kuno. Pompeii terletak di sebelah tenggara kota Napoli Italia. Kota
ini didirikan oleh orang-orang Osci, sebuah suku masyarakat di Italia Tengah. Di
pelabuhan Pompeii menjadi pelabuhan yang aman bagi pelaut Yunani dan Fenisia.
Penduduk kota ini memang terkenal sangat
makmur, karena lahan pertaniannya yang subur. Karena itulah, kota ini menjadi
perhatian penuh peradaban Romawi kuno. Di kawasan Pompeii dibangun
tempat-tempat wisata untuk musim panas, villa, perjudian, dan pemandian ala
Romawi. Peradaban Romawi merupakan peradaban maju yang berdiri di abad 9 SM.
Peradaban ini tumbuh dari negara kota (nation state) di semenanjung
Italia dengan kaisar pertama bernama Augustus (63 SM-14 M).
Saat terjadi letusan, lebih 2000 jiwa berbondong-bondong
bersembunyi di lubang-lubang yang aman. Namun karena serangan abu vulkanik dan
gas beracun, 2000 jiwa itu dipaksa menyerah pada kutukan abu gunung yang
terletak di Campania ini. Plinius Tua (23-79 M), seorang filsuf kenamaan dari
kota Pompeii menjadi korban letusan dahsyat 24 Agustus 79 M. Saat itu, ia
sedang bersembunyi di teluk Napoli.
Dalam sebuah surat kepada teman karibnya,
Cornelius Tacitus (56-117), senator sekaligus penulis sejarah Romawi, Plinius
Tua menulis: “abu terlempar jauh tinggi ke atas seperti batang, lalu melebar
dan akhirnya berhamburan ke bumi. Tinggi semburan ini diduga mencapai 30
kilometer, dan selama hampir 12 jam kemudian, Pompeii seperti dilapisi abu dan
kerikil vulkanis setebal beberapa sentimeter. Penduduk Pompeii panik dan mulai
mengungsi ke luar kota, menyisakan 2000 orang yang masih bertahan dalam lubang-lubang
persembunyian menanti letusan gunung berakhir. Tapi selambat-lambatnya pada
keesokan harinya, mereka tewas karena keracunan setelah menghirup gas dan abu
vulkanis.”
Sejak zaman itu kota Pompeii tak pernah
dibangun lagi oleh penduduknya yang berhasil menyelamatkan diri ke luar kota. Kota
Pompeii secara kebetulan ditemukan pada tahun 1599 M. Pompeii modern terletak
di lokasi terbentuknya aliran lava yang mengarah ke hilir sungai Sarno. Kini
sungai ini menjadi sungai terpolusi di Eropa akibat limbah industri yang tak
terkendali.
***
Tanggal 21 Februari 2014 ini untuk pertama
kalinya film berjudul Pompeii akan dirilis di Amerika Serikat. Sutradara
kenamaan Paul W.S. Anderson menghadirkan kisah cinta seorang budak bernama Milo
dengan putri sang majikan, Columba. Ia ingin bebas. Ia ingin suatu saat nanti
bisa menjalin kasih dalam sebuah rumah tangga bersama kekasihnya. Tentu tidak
mudah untuk mewujudkan keinginan itu. Seorang budak sangat tidak mungkin
menikah dengan perempuan merdeka di zaman Romawi.
Dalam film itu, peristiwa terjadi di akhir
musim panas tahun 79 M. Pertempuran di Colosium mencerminkan bahwa tokoh Milo
berusaha menyelamatkan temannya Gladiator Nigellus. Milo mengetahui bagaimana
cara memperjuangkan temannya ini. Ia tahu bahwa Columba telah berjanji kepada
pria lain dan ia sadar bahwa dirinya telah dijual kepada majikan lain. Ketika
itu, tiba-tiba Vesuvius meletus dengan kekuatan yang sangat dahsyat, sehingga
meluluh lantakkan Pompeii. Ia bersikukuh menyelamatkan teman-temannya sehingga
ia terkubur oleh Vesuvius.
Film ini---tegas sang bintang Kiefer
Sutherland, akan seperti perang nuklir. Pompeii luar biasa relevan. Film ini
bukan pelajaran sejarah, tetapi problematika nyata yang terjadi. Saya rasa film
ini layak diperbincangkan, sebab peristiwa yang sama bisa saja terjadi lagi.
Peristiwa demi peristiwa bencana alam terus
terjadi sepanjang sejarah umat manusia. Penyebabnya tak lain dan tak bukan
adalah umat manusia sendiri. Sebab itulah, Ebit G. Ade menulis lirik lagu yang bagus
berjudul Untuk Kita Renungkan: Anugerah
dan bencana adalah kehendakNya, kita mesti tabah menjalani/ Hanya cambuk kecil
agar kita sadar, adalah Dia di atas segalanya/ Adalah Dia di atas segalanya/
Anak menjerit-jerit asap panas membakar, lahar dan badai menyapu bersih/ Ini
bukan hukuman hanya satu isyarat, bahwa kita mesti banyak berbenah/ Memang bila
kita kaji lebih jauh/ Dalam kekalutan masih banyak tangan yang tega berbuat
nista.***Sumber Gambar: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi4tgdLbFZFHlpcv-j6vIkSORYjARPpTzLq-s3fBnKRWs7OFj1Dlt-hJQn76vx__hnJTVJBDMYJlLyB71suipk3gQwWFme-ukt-j1ZvPRCddJS7LJT7btADlBDboJG6eXTzQOA3wln3oaY/s1600/bencana+gunung+meletus.jpg
0 comments :
Post a Comment