Home » » Banjir Dalam Mitologi Dunia

Banjir Dalam Mitologi Dunia

Diposkan oleh damar pada Saturday, March 21, 2015 | 10:31 PM


Banjir menjadi trending topic tahunan di negeri kita, khususnya di ibu kota Jakarta. Rumah-rumah mengapung seperti pulau yang tenggelam. Orang-orang menaiki perahu karet bagai mendayung di tengah laut. Penduduk-penduduk yang terdiri dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa, dan lansia diungsikan ke beberapa tempat. Ibu kota lumpuh. Roda perekonomian macet. Para pejabat bingung. Kameramen sibuk mengambil gambar di tengah pasang air; bencana.

http://luk.staff.ugm.ac.id/itd/RadenSaleh/1024px-A_Flood_on_Java_1865-1876_Raden_Saleh.jpg


Konon, sekitar 3000 SM, banjir telah merobek peradaban Sumeria, bahkan ratusan ribu nyawa dipaksa pasrah pada ajal yang menjemput. Saat itu, banjir di seantero Mesopotamia melenyapkan peradaban yang sudah berkembang semenjak 7000 SM. Temuan-temuan para arkeolog Barat membuktikan bahwa sebelum terjadi banjir hebat, di daerah ini hidup peradaban maju yang silih berganti. Bukti-bukti arkeologis seperti mangkuk, kendi, pot, lapisan mutiara membuktikan megahnya kemajuan saat itu.
Namun tak ada ampun dari air bah yang menggusur kota-kota megah itu. Air bah menyerang selama tujuh hari tujuh malam, melumpuhkan kota Kish, Ur, Erech, dan Shuruppak. Orang-orang Sumeria percaya, akibat banjir tak lain dan tak bukan adalah kutukan Dewa Enki kepada Ziusudra. Karena itu, bangsa yang dihancurkan oleh bencana harus dibangun kembali. Bangsa Sumeria harus membangun tatanan kehidupan baru yang saat itu dipimpin oleh Raja Ethana, sebagai penguasa pertama. Di tangan raja pertama ini, bangsa Sumeria berhasil bangkit dan gemilang.
Peristiwa banjir itu, dalam Kitab Kejadian disebutkan bahwa umat manusia beberapa generasi telah meninggalkan Taman Eden, sehingga Allah sangat murka dan mengirimkan banjir. Menurut Allah dalam kitab itu, hanya ada satu orang yang pantas diselamatkan, yaitu Nuh. Lalu Nuh diminta untuk membuat bahtera di atas gunung. Allah meminta Nuh mengajak istri dan tiga anaknya; Sem, Ham, dan Yafet menaiki bahtera itu. Nuh juga diminta untuk menaikkan beberapa pasang hewan.
Dalam Kitab Kejadian 7:17, 7:24, 8:3, banjir terjadi 40 hari dan 40 malam, bertahan selama 150 hari dan malam. Bahtera Nuh terhenti di atas gunung Ararat pada hari ke tujuh belas bulan itu. Dan gunung-gunung mulai tampak ujungnya semenjak hari pertama bulan sepuluh. Rasanya tak pernah ada banjir yang menyamai banjir ini.
Dalam mitologi Yunani, banjir Nuh ini terjadi pada zaman perunggu. Dewa Zeus menurunkan hujan selama sembilan hari sembilan malam. Deukalion adalah nama lain dari Nuh yang diyakini sebagai manusia. Deukalion putra Titan Prometheus atau dalam tradisi agama dikenal bernama Lamik bin Metusyalih bin Idris.
Deukalion diminta Prometheus untuk membuat perahu di atas gunung. Ia pun membuat bersama istrinya dan anaknya Pirrha. Deukalion juga diminta Prometheus untuk menyiapkan perbekalan di atas perahu. Begitu hujan berhari-hari datang, Deukalion dan keluarganya naik ke atas perahu. Air laut naik dan badai terjadi. Air itu kemudian menenggelamkan gunung, sehingga perahu di atas gunung itu pun terapung.
Setelah sembilan hari lamanya, air pelan-pelan surut, umat manusia sudah lenyap, perahu Deukalion berhenti di daratan, tepatnya puncak gunung Parnassos.
Dalam sejarah peradaban China, sekitar tahun 1887 M banjir Sungai Huang Ho pernah meluluhlantakkan Propinsi Henan. Bangunan-bangunan remuk redam. Sekitar 900.000-2.000.000 jiwa hanyut. Penyebabnya adalah perluasan daratan membabi buta, sementara bendungan yang ada di sungai ini tak mampu menampung air. Ditambah lagi dahsyatnya air hujan dan naiknya air laut selama berhari-hari.
Peradaban di lembah sungai Huang Ho ini sudah berkembang semenjak tahun 1600 SM. Dinasti Shang (1600-1046 SM) diyakini sebagai dinasti pertama lembah sungai Huang Ho. Dinasti ini didirikan oleh suku Shang, dipimpin oleh Tang seusai menyerbu telak dinasti Xia. Kepercayaan yang berkembang pada dinasti ini adalah kepercayaan terhadap dewa-dewa. Dewa tertinggi saat itu adalah Dewa Shang Ti. Perluasan wilayah dengan cara menyerbu negara-negara kecil di sekitarnya membuat dinasti semakin kuat. Ekonomi dan pertanian berkembang pesat. Kekuasaan pun silih berganti sampai di pucuk kepemimpinan dinasti Han 206 SM. Peradaban kemudian bangkit lagi di tangan dinasti T’ang (615-906 M) hingga saat ini.
Banjir yang lebih besar kembali terjadi di lembah sungai Huang Ho pada tahun 1931. Banjir ini ditengarai menewaskan 2.500.000-3.700.000 jiwa. Bahkan serbuan air bah ini dianggap sebagai serbuan banjir paling mematikan di abad 20. Pada mulanya, terjadi kemarau panjang dari tahun 1928-1930. Kemudian datang musim dingin pada tahun 30-an yang diikuti salju dan badai hebat.
Di tahun 1931, hujan terjadi selama berhari-hari, 7 badai hebat menyerang, dan puncaknya pada tanggal 19 Agustus 1931. Ketinggian air mencapai 16 cm, air meluap ke beberapa kota di China, diantaranya; Hubei, Hunan, Jiangxi, Hankou, Wuhan, Hanyang, Chongqing, hingga Ibu Kota Nanjing. Pada tanggal 25 Agustus 1931, bendungan terbesar di Gao You jebol, hingga menewaskan 200.000 orang yang sedang tidur.
Air memang tetaplah air yang bisa tenang, cerminan kedamaian. Tetapi apabila air telah berubah menjadi banjir, apapun yang ada di hadapannya akan hancur lebur. Banjir yang terjadi di Jakarta adalah peristiwa kecil dibandingkan peristiwa-peristiwa di atas. Akan tetapi, bila sesuatu yang kecil diabaikan, korbannya akan menjadi lebih besar.***

Sumber Gambar : http://luk.staff.ugm.ac.id/itd/RadenSaleh/1024px-A_Flood_on_Java_1865-1876_Raden_Saleh.jpg

Artikel Terkait:

0 comments :

Post a Comment