KABARBANGSA.COM---Majlis Ulama' Indonesia baru saja melaksanakan Muktamar, semoga hasil Muktamar kali ini bisa membawa kebaikan bagi ruang gerak MUI ke depan.
Terpilihnya KH. Ma'ruf Amin sebagai ketua MUI 2015-2020 semoga membuat MUI berhati-hati dan tidak hanya mengurusi hal-hal yang remeh temeh, misal orang yang bernama Tuhan di Banyuwangi disarankan untuk ganti nama oleh MUI. Ngurusi halal-haram dan stempel.
Tugas MUI seharusnya mengawal bangsa menghadapi kemajuan. Bagaimana MUI juga tidak hanya berada dalam tempurung, sekali-kali keluar melihat dunia yang bagus ini. Fatwa-fatwa yang dikeluarkannya pun mencerminkan sebagai seorang ulama' dan tokoh penting.
Urusan remeh temeh, pasrahkan saja kepada jam'iyah-jam'iyah keagamaan yang memang kompeten mengurusi masalah keumatan, seperti NU dan Muhammadiyah sebagai organisasi agama terbesar di negeri ini.
Masyarakat menunggu fatwa MUI tentang korupsi misalnya yang telah menjadi persoalan dasar di negeri ini. Sikap-sikap krusial yang mendukung penyelesaian persoalan-persoalan bangsa itulah yang sebenarnya ditunggu oleh masyarakat.
Jika MUI tidak bisa menyelesaikan, tentu tidak ada gunanya keberadaan MUI. Jangan hanya mengurusi masalah konteks kecantikan sebagaimana yang terjadi pada tahun 2013.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Aminudin Yakub mengatakan, sebagaimana yang dilaporkan www.republika.co.id bahwa kontes kecantikan selain melanggar nilai-nilai keagamaan tertentu, juga melanggar norma Pancasila dan nilai-nilai dasar budaya bangsa.
"Ini bukan sekedar persoalan pamer aurat, lebih dari itu. Kontes ini melecehkan kaum wanita," ujarnya pada Republika, Sabtu (13/4 )
"Meskipun ada penilaian lain, misalnya, kontestan memiliki bakat dan kelebihan tertentu. Namun poin itu bukan menjadi poin utama. Poin utama tetap saja adalah tubuh yang proporsional dan seberapa cantik wajahnya. Sedangkan menilai seorang wanita berdasarkan kemolekan tubuh dan kecantikan wajah itu merupakan sebuah pelecehan. Hal ini juga dinilai melanggar norma Pancasila, sebab melecehkan wanita merupakan tindakan yang tidak beradab. "Ingat, sila ke-2. Kemanusiaan yang adil dan beradab," ujarnya.
Terpilihnya KH. Ma'ruf Amin sebagai ketua MUI 2015-2020 semoga membuat MUI berhati-hati dan tidak hanya mengurusi hal-hal yang remeh temeh, misal orang yang bernama Tuhan di Banyuwangi disarankan untuk ganti nama oleh MUI. Ngurusi halal-haram dan stempel.
Sumber Gambar: uniqpost.com |
Urusan remeh temeh, pasrahkan saja kepada jam'iyah-jam'iyah keagamaan yang memang kompeten mengurusi masalah keumatan, seperti NU dan Muhammadiyah sebagai organisasi agama terbesar di negeri ini.
Masyarakat menunggu fatwa MUI tentang korupsi misalnya yang telah menjadi persoalan dasar di negeri ini. Sikap-sikap krusial yang mendukung penyelesaian persoalan-persoalan bangsa itulah yang sebenarnya ditunggu oleh masyarakat.
Jika MUI tidak bisa menyelesaikan, tentu tidak ada gunanya keberadaan MUI. Jangan hanya mengurusi masalah konteks kecantikan sebagaimana yang terjadi pada tahun 2013.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Aminudin Yakub mengatakan, sebagaimana yang dilaporkan www.republika.co.id bahwa kontes kecantikan selain melanggar nilai-nilai keagamaan tertentu, juga melanggar norma Pancasila dan nilai-nilai dasar budaya bangsa.
"Ini bukan sekedar persoalan pamer aurat, lebih dari itu. Kontes ini melecehkan kaum wanita," ujarnya pada Republika, Sabtu (13/4 )
"Meskipun ada penilaian lain, misalnya, kontestan memiliki bakat dan kelebihan tertentu. Namun poin itu bukan menjadi poin utama. Poin utama tetap saja adalah tubuh yang proporsional dan seberapa cantik wajahnya. Sedangkan menilai seorang wanita berdasarkan kemolekan tubuh dan kecantikan wajah itu merupakan sebuah pelecehan. Hal ini juga dinilai melanggar norma Pancasila, sebab melecehkan wanita merupakan tindakan yang tidak beradab. "Ingat, sila ke-2. Kemanusiaan yang adil dan beradab," ujarnya.
0 comments :
Post a Comment