Oleh : Gus Karim
Xin Hua adalah keturunan Tionghoa yang menetap di Jakarta. Pada mulanya, di kota itu ia adalah seorang pengusaha sukses yang bergelimang dollar. Usahanya dibidang ekspor impor berjalan dengan mulus. Namun entah kenapa, raksasa usahanya kian hari kian kolap, sehingga membuat Xin gelisah dengan kenyataan itu. Ia berpikir panjang jauh ke depan, apa yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan usahanya? Namun nasib buruk menimpa dirinya. Perusahaannya tetap kolap, semua karyawannya di PHK, dan semua asetnya habis karena terlilit hutang.
Kini Xin Hua jatuh miskin, namun ia optimis bahwa tantangan berat yang ada di hadapannya semata-mata cobaan yang segera akan dilampauinya. Ia mengerahkan pikirannya sekeras mungkin, ia juga mengerahkan ototnya untuk terus menerus bekerja. Siang malam bekerja. Waktu 24 jam seolah-olah terlalu pendek untuk mengembalikan kejayaannya. Xin mempelajari semua penyebab yang membuatnya kolap dan ia menemukannya. Ternyata komitmen dengan semua relasi begitu penting serta menghargai manusia (pekerja) sebagaimana layaknya manusia.
Karena amat bingun tujuh keliling, Xin akhirnya datang pada seorang kiai kharismatik di Cirebon. Ia menceritakan semua pengalaman hidupnya, air mata berlinang di hadapan sang kiai. Namun kiai sepuh ini memperhatikan raut mukanya dan bertanya agama yang dianutnya. Sang kiai menerimanya dengan tangan terbuka. Xin bercerita semua cobaan yang menimpa dirinya. Xin meminta jalan keluar kepada sang kiai agar usahanya kembali meroket.
“Tidak banyak yang bisa saya bantu untuk memberikan jalan keluar kepada anda,” tukas sang kiai, lalu ia melanjutkan pembicaraannya sambil membuka sebuah kitab yang ada di dekatnya. “bila anda berkenan, maukah anda bila nanti saya minta untuk melakukan sebuah ritual,”
“Iya pak kiai,” tukas Xin.
“Akan kami laksanakan, pak kiai” lanjutnya.
Pada hari itu wajah Xin tampak ceria dan seolah-olah terbentang sebuah harapan baru untuk raksasa usahanya. Imajinasinya bersayap terbang ke berbagai altar. Kemudian sang kiai bangkit dan masuk ke dalam rumahnya melalui pintu samping. Xin masih saja duduk di kursi di teras rumah sang kiai. Tak lama kemudian sang kiai keluar, lalu duduk lagi.
“Bila memang anda ingin kembali sukses, maukah bila saya memberikan dzikir kepada anda?”
“Siap pak kiai,” jawabnya tegas.
“Mulai besok, hendaklah anda membaca dzikir “YA HAYYU” dan “YA QAYYUUM” sebanyak 1.001x setiap malam sehabis shalat tahajjud dan 313x sehabis shalat lima waktu” jelas pak kiai sembari mencatat dua kalimat yang akan dibaca itu. Setelah semuanya selesai, Xin Hua segera pulang dan bermaksud untuk mengamalkan semua yang diperintahkan pak kiai.
***
Dua tahun berselang. Xin Hua bersama istrinya kembali lagi ke rumah pak kiai untuk mengucapkan terima kasih atas dzikir yang diberikannya. Xin benar-benar melakukan apa yang diperintahkan pak kiai dengan berbagai macam syarat yang telah disampaikannya.
“Kedatangan kami ke sini, hanya untuk mengucapkan terima kasih, pak kiai!”
“Maksudnya? Kenapa harus mengucapkan terima kasih?” tanya sang kiai dengan kening sedikit mengkerut penasaran. Dan ternyata sang kiai lupa jika suata ketika, dua tahun sebelumnya pernah memberi dzikir amalan kepada dua orang Tionghoa itu.
“Dua tahun lalu saya pernah diberi dzikir amalan oleh pak kiai,”
“Amalan??” sang kiai kaget sambil memegang kening seraya mengingat.
“Iya pak kiai. Pada waktu itu perusahaan saya kolap, saya disuruh mengamalkan “ya gawe” dan “ya gayung””. Sang kiai tersenyum. Ia baru ingat. Dan yang membuat ia tersenyum, bacaan yang diamalkan oleh Xin selama dua tahun, ternyata keliru, seharusnya “Ya Hayyu” “Ya Qayyuum”, tetapi karena ia yakin melakukannya, maka hajatnya dikabulkan oleh Allah Swt.***
Xin Hua adalah keturunan Tionghoa yang menetap di Jakarta. Pada mulanya, di kota itu ia adalah seorang pengusaha sukses yang bergelimang dollar. Usahanya dibidang ekspor impor berjalan dengan mulus. Namun entah kenapa, raksasa usahanya kian hari kian kolap, sehingga membuat Xin gelisah dengan kenyataan itu. Ia berpikir panjang jauh ke depan, apa yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan usahanya? Namun nasib buruk menimpa dirinya. Perusahaannya tetap kolap, semua karyawannya di PHK, dan semua asetnya habis karena terlilit hutang.
Kini Xin Hua jatuh miskin, namun ia optimis bahwa tantangan berat yang ada di hadapannya semata-mata cobaan yang segera akan dilampauinya. Ia mengerahkan pikirannya sekeras mungkin, ia juga mengerahkan ototnya untuk terus menerus bekerja. Siang malam bekerja. Waktu 24 jam seolah-olah terlalu pendek untuk mengembalikan kejayaannya. Xin mempelajari semua penyebab yang membuatnya kolap dan ia menemukannya. Ternyata komitmen dengan semua relasi begitu penting serta menghargai manusia (pekerja) sebagaimana layaknya manusia.
Sumber Gambar: infojatengid.com |
Karena amat bingun tujuh keliling, Xin akhirnya datang pada seorang kiai kharismatik di Cirebon. Ia menceritakan semua pengalaman hidupnya, air mata berlinang di hadapan sang kiai. Namun kiai sepuh ini memperhatikan raut mukanya dan bertanya agama yang dianutnya. Sang kiai menerimanya dengan tangan terbuka. Xin bercerita semua cobaan yang menimpa dirinya. Xin meminta jalan keluar kepada sang kiai agar usahanya kembali meroket.
“Tidak banyak yang bisa saya bantu untuk memberikan jalan keluar kepada anda,” tukas sang kiai, lalu ia melanjutkan pembicaraannya sambil membuka sebuah kitab yang ada di dekatnya. “bila anda berkenan, maukah anda bila nanti saya minta untuk melakukan sebuah ritual,”
“Iya pak kiai,” tukas Xin.
“Akan kami laksanakan, pak kiai” lanjutnya.
Pada hari itu wajah Xin tampak ceria dan seolah-olah terbentang sebuah harapan baru untuk raksasa usahanya. Imajinasinya bersayap terbang ke berbagai altar. Kemudian sang kiai bangkit dan masuk ke dalam rumahnya melalui pintu samping. Xin masih saja duduk di kursi di teras rumah sang kiai. Tak lama kemudian sang kiai keluar, lalu duduk lagi.
“Bila memang anda ingin kembali sukses, maukah bila saya memberikan dzikir kepada anda?”
“Siap pak kiai,” jawabnya tegas.
“Mulai besok, hendaklah anda membaca dzikir “YA HAYYU” dan “YA QAYYUUM” sebanyak 1.001x setiap malam sehabis shalat tahajjud dan 313x sehabis shalat lima waktu” jelas pak kiai sembari mencatat dua kalimat yang akan dibaca itu. Setelah semuanya selesai, Xin Hua segera pulang dan bermaksud untuk mengamalkan semua yang diperintahkan pak kiai.
***
Dua tahun berselang. Xin Hua bersama istrinya kembali lagi ke rumah pak kiai untuk mengucapkan terima kasih atas dzikir yang diberikannya. Xin benar-benar melakukan apa yang diperintahkan pak kiai dengan berbagai macam syarat yang telah disampaikannya.
“Kedatangan kami ke sini, hanya untuk mengucapkan terima kasih, pak kiai!”
“Maksudnya? Kenapa harus mengucapkan terima kasih?” tanya sang kiai dengan kening sedikit mengkerut penasaran. Dan ternyata sang kiai lupa jika suata ketika, dua tahun sebelumnya pernah memberi dzikir amalan kepada dua orang Tionghoa itu.
“Dua tahun lalu saya pernah diberi dzikir amalan oleh pak kiai,”
“Amalan??” sang kiai kaget sambil memegang kening seraya mengingat.
“Iya pak kiai. Pada waktu itu perusahaan saya kolap, saya disuruh mengamalkan “ya gawe” dan “ya gayung””. Sang kiai tersenyum. Ia baru ingat. Dan yang membuat ia tersenyum, bacaan yang diamalkan oleh Xin selama dua tahun, ternyata keliru, seharusnya “Ya Hayyu” “Ya Qayyuum”, tetapi karena ia yakin melakukannya, maka hajatnya dikabulkan oleh Allah Swt.***
0 comments :
Post a Comment