KABARBANGSA.COM---Perbincangan tentang Islam ini dan Islam itu memang tidak akan pernah selesai sampai akhir zaman. Kali ini, Syarif Ja'far Baraja, seorang anggota pengurus Yayasan Muallaf Center Indonesia mengeluarkan statemen mengejutkan melalui akun twitternya @syarifbaraja
Ia menuding Jaringan Islam Liberal yang dibintangi oleh Ulil Abshar Abdalla, dkk. beserta Islam Nusantara yang diusung Nahdhatul Ulama' sebagai gerakan melupakan Allah dan tidak menjadikan Islam sebagai sarana bersyukur.
"JIL dan Islam Nusantara tidak melihat Islam sebagai sarana bersyukur kepada Allah. Mereka melupakan Allah."
Tweet tersebut kemudian memantik sebuah pertanyaan dari seorang pejuang Islam Nusantara, Gus Stakof melalui akun @Stakof yang mempertanyakan, di bagian mana dari JIL dan Islam Nusantara yang tidak bersyukur kepada Allah dan melupakan-Nya, bukankah kitabnya sama.
Tanggapan tersebut justeru membuat perbincangan tentang keislaman semakin luas. Khususnya antara orang yang berupaya menafsirkan Islam dalam konteks Indonesia, dan sebagian yang menolak kontekstualisasi Islam, artinya mereka yang menolak tetap ingin mempertahankan Arabisme Islam.
Inilah beberapa tweet Syarif Ja'far Braja yang membuat kawan-kawan JIL dan Islam Nusantara meradang:
1. "Kawan penganut JIL melihat budaya barat sebagai acuan untuk menerima Islam. Ketika tidak sesuai budaya barat maka ditolak."
2. "Kita mentaati Allah sebagai ungkapan rasa syukur. Nah syukur harus bisa mendorong kita untuk taat."
3. "Nikmat Allah menjadi sarana membangkitkan rasa cinta dan syukur kepada Allah. Karena syukur kita taat padaNya."
4. "Salah satu bentuk syukur adalah dengan mendirikan shalat. Niatkan shalat kita sebagai tanda syukur kepada Allah."
5. "Bersyukur, kewajiban yang tak mudah dilakukan tanpa bantuan dan petunjuk dari Allah. Berdoalah mohon syukur."
6. "Nah kawan-kawan JIL dan Islam Nusantara tidak melihat dari sudut pandang ini. Mereka tidak melihat taat sebagai bentuk syukur."
7. "Sedangkan kawan penganut Islam Nusantara menjadikan budaya lokal sebagai acuan untuk menerima Islam."
8. "Jangan berpikir sempit dan memaksa Allah tunduk pada nenek moyang. Luaskan jangkauan pikiran anda hingga akhirat."
9. "Memaksa Allah tunduk kepada kearifan lokal adalah salah satu contoh hasil dari pikiran yang sempit dan cupet."
Pendapat-pendapat yang cenderung intoleran tersebut tentunya akan melahirkan gesekan-gesekan yang tidak perlu di kalangan umat Islam sendiri. Atau justeru bisa jadi bisa melahirkan gesekan-gesekan yang akan mengganggu ketenangan masyarakat di negeri ini.
Seharusnya umat Islam sudah harus beranjak dari issue bid'ah, takfiri, sesat, tidak bersyukur, dan tudingan-tudingan yang lain. Mestinya umat Islam berpikir visioner, bagaimana peradaban dan pengetahuan Islam yang pernah jaya bisa didapatkan kembali.
Ia menuding Jaringan Islam Liberal yang dibintangi oleh Ulil Abshar Abdalla, dkk. beserta Islam Nusantara yang diusung Nahdhatul Ulama' sebagai gerakan melupakan Allah dan tidak menjadikan Islam sebagai sarana bersyukur.
Sumber Gambar: indonewsia.com |
Tweet tersebut kemudian memantik sebuah pertanyaan dari seorang pejuang Islam Nusantara, Gus Stakof melalui akun @Stakof yang mempertanyakan, di bagian mana dari JIL dan Islam Nusantara yang tidak bersyukur kepada Allah dan melupakan-Nya, bukankah kitabnya sama.
Tanggapan tersebut justeru membuat perbincangan tentang keislaman semakin luas. Khususnya antara orang yang berupaya menafsirkan Islam dalam konteks Indonesia, dan sebagian yang menolak kontekstualisasi Islam, artinya mereka yang menolak tetap ingin mempertahankan Arabisme Islam.
Inilah beberapa tweet Syarif Ja'far Braja yang membuat kawan-kawan JIL dan Islam Nusantara meradang:
1. "Kawan penganut JIL melihat budaya barat sebagai acuan untuk menerima Islam. Ketika tidak sesuai budaya barat maka ditolak."
2. "Kita mentaati Allah sebagai ungkapan rasa syukur. Nah syukur harus bisa mendorong kita untuk taat."
3. "Nikmat Allah menjadi sarana membangkitkan rasa cinta dan syukur kepada Allah. Karena syukur kita taat padaNya."
4. "Salah satu bentuk syukur adalah dengan mendirikan shalat. Niatkan shalat kita sebagai tanda syukur kepada Allah."
5. "Bersyukur, kewajiban yang tak mudah dilakukan tanpa bantuan dan petunjuk dari Allah. Berdoalah mohon syukur."
6. "Nah kawan-kawan JIL dan Islam Nusantara tidak melihat dari sudut pandang ini. Mereka tidak melihat taat sebagai bentuk syukur."
7. "Sedangkan kawan penganut Islam Nusantara menjadikan budaya lokal sebagai acuan untuk menerima Islam."
8. "Jangan berpikir sempit dan memaksa Allah tunduk pada nenek moyang. Luaskan jangkauan pikiran anda hingga akhirat."
9. "Memaksa Allah tunduk kepada kearifan lokal adalah salah satu contoh hasil dari pikiran yang sempit dan cupet."
Pendapat-pendapat yang cenderung intoleran tersebut tentunya akan melahirkan gesekan-gesekan yang tidak perlu di kalangan umat Islam sendiri. Atau justeru bisa jadi bisa melahirkan gesekan-gesekan yang akan mengganggu ketenangan masyarakat di negeri ini.
Seharusnya umat Islam sudah harus beranjak dari issue bid'ah, takfiri, sesat, tidak bersyukur, dan tudingan-tudingan yang lain. Mestinya umat Islam berpikir visioner, bagaimana peradaban dan pengetahuan Islam yang pernah jaya bisa didapatkan kembali.
0 comments :
Post a Comment