Dalam riang
memancar memabukkan/ darah domba gunung yang terkoyak-koyakkan/ kemenangan
binatang buas mencakar menerkam/ di pucuk bukit matahari tersangkutkan---demikianlah
bunyi puisi Euripides, seorang penyair kenamaan di zaman Yunani pra-Socrates
yang dikutip panjang lebar oleh Bertrand Russel (1964) dalam buku History of
Western Philosopy and its Connections with Political and Sosial Circumstances
from the Earliest Times to the Present Day. Puisi itu mengilustrasikan
tentang peristiwa peperangan zaman kuno di sebuah puncak bukit, di tempat
matahari muncul dan bersarang, ketika si “binatang buas” mencakar dan menerkam
“domba-domba” gunung terkoyak dan darahnya tumpah.
Bila puisi di
atas dihubungkan dengan politik luar negeri bangsa-bangsa di dunia saat ini,
siapa sebenarnya binatang buas yang mengkoyak-moyakkan domba-domba di dunia?
Lalu bagaimana mereka menjamin manusia sebagai makhluk yang memiliki hati
nurani berupaya untuk menciptakan perdamaian, menghindari upaya-upaya untuk
menjajah manusia atau bangsa lain, serta tidak menggunakan senjata untuk
menghancurkan manusia lain? Akhir-akhir ini media di dunia telah dihangatkan
dengan mamanasnya hubungan bilateral antara negara-negara adikuasa di dunia,
diantaranya AS-Eropa dengan Iran, Rusia, Korut, dan China. AS memiliki skenario
besar dalam menguasai negara-negara maju dan berkembang, salah satu pisau
jajahnya adalah demokrasi. Namun demokrasi yang dilancarkan AS adalah demokrasi
yang bermuatan ekonomi.
AS telah
berhasil meluluh-lantakkan timur tengah, setelah Afganistan, Irak, Mesir,
Libya, Suriah, kini Iran yang diobok-obok untuk segera disetir dengan alasan
bahwa Iran membuat senjata Nuklir, hingga AS-Eropa mengeluarkan sanksi berat
untuk Iran. Bahkan gedung putih mengecam Ban Kii Moon, Sekjen PBB itu datang di
konferensi Gerakan Non-Blok yang dilaksanakan di Teheran dalam minggu ini.
Dosa Huntington
Seorang
peneliti gedung putih, Samuel Huntington menurut hemat penulis berdosa atas
perdamaian dunia melalui penelitiannya yang berjudul Clash Civilization.
Penelitian tersebut mengungkapkan tentang berbagai peradaban dunia yang
membahayakan posisi AS sebagai negara adikuasa, diantaranya adalah tiga
peradaban penting di dunia. Pertama, Peradaban Persia yang diwakili oleh
Irak dan Iran, kini Irak sudah bersimpuh di hadapan AS melalui invasi meliter
pada tahun 2003, ketika tampuk kepemimpinan AS dipegang George W. Bush. Kedua,
Peradaban China. Peradaban China merupakan peradaban tua di dunia dan
memiliki pengaruh besar dalam dunia ekonomi. China kini disegani karena
termasuk negara maju penyuplai bahan baku terbesar dunia. Ketiga, peradaban
Islam. Peradaban ini telah dihancurkan melalui pembiakan isu terorisme yang
dituduhkan kepada Islam. Adalah Osama bin Laden sebagai tokoh tangan kanan AS
yang berhasil melakukan itu.
Sementara
drama AS untuk Iran merupakan agenda lanjutan setelah menginvasi Irak dan
Suriah, meski presiden Assad kini masih kuat di tampuk kepemimpinannya. William
Arkin, pernah menulis di Washington Post, pada tanggal 16 April 2006, bahwa
simulasi serangan terhadap Iran telah dimulai pada Mei 2003, ketika pemodel dan
spesialis intelijen mengumpulkan data yang diperlukan untuk medan perang
analisis skenareo bagi Iran. Adapun kode perencana meliter AS itu disebut Theater
Iran Near Term (TIRANNT). Salah satu sasaran adalah lokasi senjata pemusnah massal milik
Iran, yang kemudian dikomodikasikan melalui sebuah perang baru yang disebut
dengan major combat operation.
Kemabukan
untuk menjadi yang kuasa di atas bumi ini terus berlangsung, manusia menjadi
mortir, nyawa tentara dikorbankan sedemikian rupa demi kepuasan kepentingan
atas nama perang. Ribuan bahkan jutaan senjata dibuat, ternyata untuk menghabisi
nyawa manusia lain. Ketika tentara-tentara musuh bergelimpangan, kota-kota
menjadi mati, sebuah bangsa tumbang, dan rakyatnya menangis karena kesengsaraan
perang, anak-anak menangis karena kehilangan ayah ibunya, kelaparan, dibalik
itu sang pemenang tertawa bahagia melihat semua kenyataan itu. Mereka tak puas
menjadi yang kuasa, adi kuasa, ingin menjadi yang maha kuasa.
Urgensi GNB
Semua
masyarakat dunia tentu bertanya, apa urgensi konferensi Gerakan Non-Blok (GNB)
bagi perdamaian dunia jika masih ada negara adi kuasa yang enggan untuk
berdamai? PBB sebagai organisasi yang memayungi negara-negara di dunia
nampaknya sudah tak punya taring. Bila PBB memberi tekanan terhadap AS, PBB tak
didengarkan dan PBB pun tak berkutik. Demokrasi seolah-olah tak berlaku bagi
negara-negara yang memiliki kekuatan persenjataan lengkap, jika demokrasi
memang diterapkan, tentu tidak ada hak veto bagi negara-negara raksasa itu.
Semua negara tentunya memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum internasional.
Salah satu
bukti sinisme Israel yang menjadi pembahasan di GNB adalah penolakan kedatangan
menlu empat negara, diantaranya Indonesia, Malaysia, Bangladesh, dan Kubah
berkunjung ke Ramallah Palestina. Kondisi terakhir di Palestina dan Suriah
menjadi perbincangan serius, sementara Barat tetap berpandangan “miring”
terhadap peristiwa timur tengah ini, mereka tak berkutik meskipun kondisi
semakin memburuk. Ban Ki Moon, selaku Sekjen PBB meminta agar Iran memiliki
peran penting untuk menciptakan perdamaian di sana. Pihak Iran hanya meminta
agar menghentikan penyelundupan senjata terhadap para pemberontak dan
membiarkan agar negara-negara Eropa tidak banyak melakukan intervensi di
dalamnya (Republika, 31 Agustus 2012).
Semoga dengan
terlaksananya GNB ini tidak kemudian menjadi sumber drama baru yang akan
merugikan rakyat sipil di semua negara di dunia. Mari kita menyatukan visi dan
misi kemanusiaan dan perdamaian melalui konferensi ini yakni dengan cara
menghilangkan fanatisme blok-blok, ras, suku bangsa, warna kulit, serta saling
menghargai semua ideologi yang berkembang di dunia. Semua manusia di muka bumi
ini saling merasa—meminjam puisinya Sutardji Colzoum Bachri—yang tertusuk
padamu berdarah padaku. Bila ada manusia lain tersakiti, kita merasakan
juga kesaktiannya sehingga tidak ada perilaku, rencana, konspirasi untuk
menyakiti orang atau bangsa lain. Betapa indahnya kehidupan di dunia ini jika
diliputi oleh senyum, suka, cinta, dan bahagia. Maka benar potongan nyanyian
Bromius yang dinyanyikan kaum Menad di sebuah lereng gunung pada waktu itu: lepaslah
binatang buruan/ lepaslah dari ketakutan/ terbebas dari perangkap dan ancaman
mematikan.***
Sumber Gambar 1: http://si.wsj.net/public/resources/images/ED-AI780_Ajami_E_20081229174257.jpg
Sumber Gambar 2: http://www.deshow.net/d/file/cartoon/2010-11/averyanov-alexander-paintings-885-22.jpg
0 comments :
Post a Comment