Home » » Dosa Huntington dan Kekacauan Politik Kawasan

Dosa Huntington dan Kekacauan Politik Kawasan

Diposkan oleh damar pada Wednesday, April 15, 2015 | 10:49 AM

http://si.wsj.net/public/resources/images/ED-AI780_Ajami_E_20081229174257.jpg 
Dalam riang memancar memabukkan/ darah domba gunung yang terkoyak-koyakkan/ kemenangan binatang buas mencakar menerkam/ di pucuk bukit matahari tersangkutkan---demikianlah bunyi puisi Euripides, seorang penyair kenamaan di zaman Yunani pra-Socrates yang dikutip panjang lebar oleh Bertrand Russel (1964) dalam buku History of Western Philosopy and its Connections with Political and Sosial Circumstances from the Earliest Times to the Present Day. Puisi itu mengilustrasikan tentang peristiwa peperangan zaman kuno di sebuah puncak bukit, di tempat matahari muncul dan bersarang, ketika si “binatang buas” mencakar dan menerkam “domba-domba” gunung terkoyak dan darahnya tumpah.

Bila puisi di atas dihubungkan dengan politik luar negeri bangsa-bangsa di dunia saat ini, siapa sebenarnya binatang buas yang mengkoyak-moyakkan domba-domba di dunia? Lalu bagaimana mereka menjamin manusia sebagai makhluk yang memiliki hati nurani berupaya untuk menciptakan perdamaian, menghindari upaya-upaya untuk menjajah manusia atau bangsa lain, serta tidak menggunakan senjata untuk menghancurkan manusia lain? Akhir-akhir ini media di dunia telah dihangatkan dengan mamanasnya hubungan bilateral antara negara-negara adikuasa di dunia, diantaranya AS-Eropa dengan Iran, Rusia, Korut, dan China. AS memiliki skenario besar dalam menguasai negara-negara maju dan berkembang, salah satu pisau jajahnya adalah demokrasi. Namun demokrasi yang dilancarkan AS adalah demokrasi yang bermuatan ekonomi.
AS telah berhasil meluluh-lantakkan timur tengah, setelah Afganistan, Irak, Mesir, Libya, Suriah, kini Iran yang diobok-obok untuk segera disetir dengan alasan bahwa Iran membuat senjata Nuklir, hingga AS-Eropa mengeluarkan sanksi berat untuk Iran. Bahkan gedung putih mengecam Ban Kii Moon, Sekjen PBB itu datang di konferensi Gerakan Non-Blok yang dilaksanakan di Teheran dalam minggu ini.

http://www.deshow.net/d/file/cartoon/2010-11/averyanov-alexander-paintings-885-22.jpg

Dosa Huntington
Seorang peneliti gedung putih, Samuel Huntington menurut hemat penulis berdosa atas perdamaian dunia melalui penelitiannya yang berjudul Clash Civilization. Penelitian tersebut mengungkapkan tentang berbagai peradaban dunia yang membahayakan posisi AS sebagai negara adikuasa, diantaranya adalah tiga peradaban penting di dunia. Pertama, Peradaban Persia yang diwakili oleh Irak dan Iran, kini Irak sudah bersimpuh di hadapan AS melalui invasi meliter pada tahun 2003, ketika tampuk kepemimpinan AS dipegang George W. Bush. Kedua, Peradaban China. Peradaban China merupakan peradaban tua di dunia dan memiliki pengaruh besar dalam dunia ekonomi. China kini disegani karena termasuk negara maju penyuplai bahan baku terbesar dunia. Ketiga, peradaban Islam. Peradaban ini telah dihancurkan melalui pembiakan isu terorisme yang dituduhkan kepada Islam. Adalah Osama bin Laden sebagai tokoh tangan kanan AS yang berhasil melakukan itu.
Sementara drama AS untuk Iran merupakan agenda lanjutan setelah menginvasi Irak dan Suriah, meski presiden Assad kini masih kuat di tampuk kepemimpinannya. William Arkin, pernah menulis di Washington Post, pada tanggal 16 April 2006, bahwa simulasi serangan terhadap Iran telah dimulai pada Mei 2003, ketika pemodel dan spesialis intelijen mengumpulkan data yang diperlukan untuk medan perang analisis skenareo bagi Iran. Adapun kode perencana meliter AS itu disebut Theater Iran Near Term (TIRANNT). Salah satu sasaran  adalah lokasi senjata pemusnah massal milik Iran, yang kemudian dikomodikasikan melalui sebuah perang baru yang disebut dengan major combat operation.
Kemabukan untuk menjadi yang kuasa di atas bumi ini terus berlangsung, manusia menjadi mortir, nyawa tentara dikorbankan sedemikian rupa demi kepuasan kepentingan atas nama perang. Ribuan bahkan jutaan senjata dibuat, ternyata untuk menghabisi nyawa manusia lain. Ketika tentara-tentara musuh bergelimpangan, kota-kota menjadi mati, sebuah bangsa tumbang, dan rakyatnya menangis karena kesengsaraan perang, anak-anak menangis karena kehilangan ayah ibunya, kelaparan, dibalik itu sang pemenang tertawa bahagia melihat semua kenyataan itu. Mereka tak puas menjadi yang kuasa, adi kuasa, ingin menjadi yang maha kuasa.

Urgensi GNB
Semua masyarakat dunia tentu bertanya, apa urgensi konferensi Gerakan Non-Blok (GNB) bagi perdamaian dunia jika masih ada negara adi kuasa yang enggan untuk berdamai? PBB sebagai organisasi yang memayungi negara-negara di dunia nampaknya sudah tak punya taring. Bila PBB memberi tekanan terhadap AS, PBB tak didengarkan dan PBB pun tak berkutik. Demokrasi seolah-olah tak berlaku bagi negara-negara yang memiliki kekuatan persenjataan lengkap, jika demokrasi memang diterapkan, tentu tidak ada hak veto bagi negara-negara raksasa itu. Semua negara tentunya memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum internasional.
Salah satu bukti sinisme Israel yang menjadi pembahasan di GNB adalah penolakan kedatangan menlu empat negara, diantaranya Indonesia, Malaysia, Bangladesh, dan Kubah berkunjung ke Ramallah Palestina. Kondisi terakhir di Palestina dan Suriah menjadi perbincangan serius, sementara Barat tetap berpandangan “miring” terhadap peristiwa timur tengah ini, mereka tak berkutik meskipun kondisi semakin memburuk. Ban Ki Moon, selaku Sekjen PBB meminta agar Iran memiliki peran penting untuk menciptakan perdamaian di sana. Pihak Iran hanya meminta agar menghentikan penyelundupan senjata terhadap para pemberontak dan membiarkan agar negara-negara Eropa tidak banyak melakukan intervensi di dalamnya (Republika, 31 Agustus 2012).
Semoga dengan terlaksananya GNB ini tidak kemudian menjadi sumber drama baru yang akan merugikan rakyat sipil di semua negara di dunia. Mari kita menyatukan visi dan misi kemanusiaan dan perdamaian melalui konferensi ini yakni dengan cara menghilangkan fanatisme blok-blok, ras, suku bangsa, warna kulit, serta saling menghargai semua ideologi yang berkembang di dunia. Semua manusia di muka bumi ini saling merasa—meminjam puisinya Sutardji Colzoum Bachri—yang tertusuk padamu berdarah padaku. Bila ada manusia lain tersakiti, kita merasakan juga kesaktiannya sehingga tidak ada perilaku, rencana, konspirasi untuk menyakiti orang atau bangsa lain. Betapa indahnya kehidupan di dunia ini jika diliputi oleh senyum, suka, cinta, dan bahagia. Maka benar potongan nyanyian Bromius yang dinyanyikan kaum Menad di sebuah lereng gunung pada waktu itu: lepaslah binatang buruan/ lepaslah dari ketakutan/ terbebas dari perangkap dan ancaman mematikan.***

Sumber Gambar 1: http://si.wsj.net/public/resources/images/ED-AI780_Ajami_E_20081229174257.jpg
Sumber Gambar 2: http://www.deshow.net/d/file/cartoon/2010-11/averyanov-alexander-paintings-885-22.jpg



Artikel Terkait:

0 comments :

Post a Comment