Home » » Aku Memilih Menjadi Begal

Aku Memilih Menjadi Begal

Diposkan oleh damar pada Thursday, April 2, 2015 | 10:39 PM


https://ilustrasiceritasurosenarobotik.files.wordpress.com/2013/02/boris_vallejo_desktop_1306x1330_hd-wallpaper-542171.jpg
 
Aku memilih menjadi begal. Inilah keputusan terbesar dalam hidupku. Bukan karena aku butuh uang, bukan karena aku kepepet, tapi ini sebuah pilihan mulia sepanjang hidupku. Untuk urusan ekonomi rumah tangga, rasanya sudah cukup. Keluargaku sudah dihidupi oleh sebuah toko kelontong dan usaha foto copy. Orang-orang dekat di lingkunganku seperti istri, anak, dan mertuaku pada memuji bahwa jika aku menjadi begal, aku menjadi orang yang sangat istimewa.
Kamu ingin tahu, mengapa aku mengambil keputusan besar dan berbahaya ini? Aku akan membuka rahasiaku dan jika kamu berminat mengikuti langkah mulia ini, segeralah datang ke rumahku di Jl. Matrawang No. 29 Banguntapan Bantul atau silahkan inbox ke emailku: begalbantul@yahoo.co.id. Jangan lupa sertakan kontak person, biar aku mudah menghubungimu.
***

 Namaku Daryono. Sejak dua tahun lalu aku berubah nama menjadi Abu Musthafa al-Bantuly artinya abah Musthafa dari Bantul. Aku bangga dengan nama ini, sebab nama ini diberi oleh seorang guruku Habib Rusydi al-Lontongi. Setiap hari minggu pagi, aku, istri, anak, dan mertuaku selalu mengikuti pengajian di rumah guru kami.
Dan melalui pengajian itu pula, kami diajari bagaimana cara menjadi seorang Muslim sejati. Bagaimana agar kami mendapatkan kesenangan di akhirat yang dihinggapi bidadari-bidadari. Bagaimana menjadi Muslim yang mampu berdakwah, menyebarkan syariat Islam. Tapi jangan lupa bahwa berjihad di jalan Allah itu butuh modal, bukan? Siapa hari ini yang mau memodali dakwah? Siapa hari ini yang mau memberikan segepok uang agar dakwah menegakkan syariat berjalan lancar?
Itulah kesulitan terbesar dalam kelompok kami.
Tuan guru Habib juga mengatakan bahwa mencuri harta orang-orang di luar kelompok kami halal hukumnya. Jika kami merampok dan mencuri harta non-Muslim akan mendapatkan pahala dan tidak berdosa meski harus melayangkan nyawa mereka. Bahkan---lanjut guru kami menasihati sambil mengelus-elus jenggotnya---harta-harta mereka adalah harta ghanimah atau rampasan perang. Guru kami menyarankan agar kami mengumpulkan dana untuk kepentingan jihad fi sabilillah.
“Demi dakwah, setiap umat harus melakukan apa saja.” Begitu fatwa guru kami.
Karena yang berfatwa adalah guru, Habib Rusydi al-Lontongi, tentu tak ada alasan bagiku dan keluargaku untuk menolak. Mau mengikuti jejak siapa lagi kalau bukan mengikuti jejak seorang guru yang sangat mulia? Akhirnya, istri, mertua, dan anak-anakku menyetujuiku untuk menjadi begal. Tentu demi jihad fi sabilillah.
Ada beberapa orang teman kami yang tertarik memilih hidup yang mulia ini. Teman-teman kami itu adalah Abu Hamid al-Banuaju, Abu Gara al-Mantupy, Abu Hira al-Bedoky, Abu Hasan al-Legungy, dan Abu Sofyan al-Jenangy. Setiap malam kami beraksi. Aku dan Abu Hamid beraksi di Jl. Jenderal Sudirman. Abu Gara dan Abu Hira beraksi di Jl. Melati. Abu Hasan dan Abu Sofyan bertugas di Jl. Wonosari.
Setiap hari kami selalu bertemu untuk mengumpulkan harta-harta rampasan itu. Kemudian disetor kepada Abu Mansur al-Sunguty (ajudan guru kami) untuk dijual. Setiap hari pula Abu Mansur melaporkan jumlah uang yang didapatkan hari-hari sebelumnya. Kemudian 50% diberikan untuk kepentingan dakwah, 25% untuk dibagikan kepada kami, dan 25% sisanya adalah uang keamanan yang disetorkan kepada oknum polisi. Sekali lagi, oknum polisi yang setiap hari selalu datang ke rumah guru kami. Dan kami tentu sangat senang pada polisi yang mendukung dakwah kami ini.  
***
Malam minggu yang dingin. Jam 00.15 WIB, aku dan Abu Hamid siap beraksi. Aku membawa motor Jupiter, tentu membawa pedang. Sedangkan Abu Hamid mengendarai motor Vario warna putih. Ia menyanggul celurit di punggungnya. Kami sama-sama memakai masker berwarna putih dan helm berwarna hitam. Kami melaju menuju Jl. Jenderal Sudirman. Kami berdiam di sebuah tikungan yang gelap dan sepi.
Bulan di angkasa terlihat muram. Awan-awan tipis digesek angin. Rasanya cuaca semakin dingin. Namun tidak satupun ada orang melintas sendirian yang dapat kami jadikan korban. Kami masih bersabar menunggu, siapa tahu tuhan berpihak pada para begal.
Satu jam kemudian, terlihat sorot lampu dari arah timur. Nampaknya ada sebuah motor yang hendak melintas. Kami sama-sama menghidupkan motor, tentu lampu motor kami matikan. Bunyi mesin terdengar meninggi. Sepertinya sang pengendara memacu motornya dengan kecepatan tinggi. Abu Hamid bersiap-siap. Ia mengeluarkan celuritnya dan menggantungkan di motornya.
Ghanimah!
Ho’oh! Segera dapatkan.”
Begitu melesat dengan kecepatan tinggi. Aku memacu motorku. Abu Hamid pun memacu motornya. Kami mengejar pengendara motor perempuan itu. Entah dari mana perempuan itu malam-malam di malam minggu? Abu hamid segera menyalip dan memposisikan motornya di depan motor perempuan itu. Aku memposisikan motorku berada di sampingnya. Aku melambaikan tangan, meminta perempuan itu untuk berhenti.
Perempuan itu seperti mencari celah, seperti ingin menyalip kami. Karena ia tak hendak berhenti. Akhirnya, kuarahkan kaki untuk menerjang bagian kanan motor Varionya yang berwarna hitam.
Brakkkk!!!!
Perempuan itu terpelanting dari motornya ke samping kiri. Sementara motornya terlihat bergulung-gulung sejauh 15 meter. Kami segera berhenti dan mendongkrak motor kami. Abu Hamid merampas tas dari perempuan itu. Kemudian segera mendekati motornya. Ia mengambil kontak dan membuka sadelnya, barangkali ada barang-barang berharga yang bisa dibawa. Sementara aku mengelupasi perhiasan-perhiasannya.
Lengan perempuan itu berdarah. Tampak tak bergerak. Tetapi nadinya masih berdetak.
Setelah kami mendapatkan tas yang tentu di dalamnya berisi dompet dan perhiasan-perhiasannya, mulai anting, gelang, dan cincin. Kami memindahkan motor ke dekat tubuh perempuan yang terkapar itu. Kemudian kami segera pergi. Kami memutuskan untuk segera kembali ke rumah kami. Lalu siapa yang menolong perempuan itu? Entahlah!
***
 Aku memilih menjadi begal. Inilah keputusan terbesar dalam hidupku. Bukan karena aku butuh uang, bukan karena aku kepepet, tapi ini sebuah pilihan mulia sepanjang hidupku. Jika kamu berminat mengikuti langkah mulia ini, segeralah datang ke rumahku di Jl. Matrawang No. 29 Bantul atau silahkan inbox ke emailku: begalbantul@yahoo.co.id. Jangan lupa sertakan kontak person, biar aku mudah menghubungimu.


 Yogyakarta, 17 Maret 2015


 Sumber Gambar : https://ilustrasiceritasurosenarobotik.files.wordpress.com/2013/02/boris_vallejo_desktop_1306x1330_hd-wallpaper-542171.jpg



Artikel Terkait:

4 comments :

  1. Kalo daftar jadi begal cinta bisa mas? Sayfullan al-damkki ya nama penanya hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. boleh mas ipul, tapi nggak boleh saru lho yaa, hehehehe

      Delete
  2. Ipul, kamu minta begal sama Duo Srigala aja..haaa

    ReplyDelete
  3. oh iyaaa, begal Duo Srigala vibrasinya dahsyat..hehe

    ReplyDelete