Home » » Disorientasi Partai Politik

Disorientasi Partai Politik

Diposkan oleh damar pada Friday, May 22, 2015 | 6:46 PM

Disorientasi Partai Politik
Sumber Gambar: gogoleak
Oleh: A. Yusrianto Elga

Sejak pertama kali Indische Partij didirikan pada tahun 1911, tak sedikit pun terbersit di dalam hati dan pikiran para kaum pergerakan bahwa partai politik itu semacam instrumen melapangkan jalan menuju kekuasaan, semacam alat memperkaya diri, dan tujuan-tujuan buruk lainnya.

Partai politik itu hadir demi rakyat, demi cita-cita kemerdekaan, dan terwujudnya keadilan sosial. Pada awalnya partai politik memiliki tujuan yang mulia karena memang mereka yang berkecimpung di dalamnya adalah sosok-sosok yang penuh dedikasi, punya kepedulian yang tinggi, dan tidak pernah sedikit pun mementingkan diri dan kelompoknya.

Kini, setelah kran demokrasi dibuka selebar-lebarnya, partai politik bermunculan dengan jargon-jargon yang memukau. Partai politik kini bukan lagi menjadi wahana perjuangan rakyat, semacam penyambung aspirasi yang konsisten menegakkan cita-cita keadilan dan kesejahteraan sosial. Partai politik telah mengalami disoreintasi. Bukan “dari rakyat untuk rakyat”, tapi “dari rakyat untuk diri sendiri dan kelompoknya”.
Disorientasi.

Disorientasi Partai Politik
Sumber Gambar : faizmanshur
Demikianlah kenyataan yang dihadapi partai politik. Bukankah fenomena korupsi yang akhir-akhir ini melanda sejumlah kader partai politik adalah bukti nyata bahwa eksistensi partai politik itu benar-benar mengalami disorientasi? Kontribusi apa yang ingin diberikan kepada rakyat jika kader dan elite parpol lebih suka menumpuk kekayaan lewat penyalahgunaan kekuasaan? Kini, kita menghadapi kenyataan bahwa partai politik itu adalah sarang koruptor. Partai politik seperti memberikan “rute” kepada kader-kadernya untuk merampok uang negara.

Tentu, kenyataan tersebut membuat kita bersedih hati. Sedih karena partai politik sebagaimana diatur dalam UU No.2 tahun 2008, memiliki tujuan mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta berkewajiban menjunjung tinggi supremasi hukum, demokrasi, dan hak asasi manusia. Garis tujuan mulia inilah yang membuat kita bersedih hati jika melihat realitas partai politik saat ini yang mengalami disorientasi.

Disorientasi partai politik adalah kenyataan yang tak bisa dipungkiri, sebesar dan sebersih apa pun partai itu mengklaim diri. Disorientasi partai politik adalah cermin retak perjuangan bangsa kita, di mana segala sesuatunya bermuara pada uang! Disorientasi partai politik adalah bukti bahwa bangsa ini tidak akan pernah beranjak dari kemiskinan karena kasus korupsi begitu subur terutama di lingkungan partai itu sendiri.

Melihat kenyataan yang menjengkelkan itu, kita kemudian bertanya-tanya kenapa partai politik melenceng dari garis tujuan utamanya dalam menegakkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Tentu jawaban dari semua itu tak lain adalah karena para elite-elite parpol itu tidak melandasi perjuangannya dengan “semangat kepedulian”. Kecintaan mereka terhadap bangsa dan negara hanya sebentuk mata uang. Jika orientasi itu tidak bermuara kepada uang, perjuangan bagi mereka seperti membuang-buang waktu saja.

Disorientasi Partai Politik
Sumber Gambar: www.urbancult.net
Itulah yang membuat partai-partai politik di negeri ini mengalami disorientasi. Tujuan mulia dalam menegakkan kesejahteraan rakyat tiba-tiba runtuh ketika monster bernama korupsi mencabik-cabik. Elite parpol dan kader-kadernya terseret oleh badai korupsi. Semuanya diam, seperti lupa bahwa praktik korupsi itu sama saja dengan membunuh jutaan rakyat.

Kini, kita hanya bisa meratapi betapa besar implikasi politik yang disebabkan oleh partai-partai politik yang tidak berlandaskan pada tujuan luhur sebagaimana awal didirikannya partai tersebut. Kita hanya ikut menerima musibah berkepanjangan berupa krisis multidimensi yang tak kunjung pulih. Semua ini adalah implikasi dari keberadaan partai politik yang mengalami disorientasi. Andai partai-partai itu berpegang teguh pada nilai-nilai perjuangan sebagaimana digariskan dalam undang-undang, niscaya bangsa ini tidak akan hidup terkatung-katung.

Apa yang kemudian kita harapkan dari adanya partai politik jika yang muncul adalah bencana demi bencana? Kini, kekecewaan rakyat terangkum dalam ungkapan-ungkapan bernada kritik, seperti “Apa pun partainya, korupsi hobinya”. Reaksi atau ekspresi tersebut adalah wujud dari kemuakan rakyat terhadap partai politik. Sebab, sejak rezim Orde Baru tumbang, partai-partai politik yang tumbuh bagai jamur di musim hujan tak lebih hanya menciptakan kesengsaraan demi kesengsaraan.

Partai politik telah mengalami disorientasi. Rakyat dijadikan tumbal demi tujuan-tujuan yang bersifat pragmatis. Jangan berbicara tentang keadilan dan kesejahteraan sosial karena partai politik kini tidak memiliki orientasi ke sana. Lihatlah sejumlah kader-kader atau elite-elite partai politik yang terlibat skandal kasus korupsi. Wajah mereka seperti memang mengisyaratkan kepentingan sesaat. Wajah mereka seperti menyiratkan sebuah pesan bahwa jabatan dan uang adalah orientasi yang nyata.

Lalu, kenapa kita masih memperdebatkan program-program kerja partai politik jika pada akhirnya korupsi menjadi tujuan bersama? Kenapa kita masih sibuk menyimak kampanye partai politik setiap jelang pemilu jika pada akhirnya rakyat hanya dijadikan tumbal?

Partai politik kini benar-benar mengalami disorientasi yang cukup jauh. Kita tinggal menentukan keputusan, apakah kita akan berpartisipasi dalam gemuruh kedustaan ataukah memilih diam sebagai ekspresi kemuakan yang tak tertanggungkan. Semua terserah kepada kita, kembali kepada kita.


* Penulis adalah esais dan editor freelance, tinggal di Yogyakarta.


Artikel Terkait:

6 comments :

  1. partai malah jadi tujuan.. banyak aktivis menempa diri, pada akhirnya larut dalam politik yang pragmatis juga

    ReplyDelete
  2. Iya bener banget kak, jaman sekarang partai politik sudah kehilangan tujuan utamanya, dan beralih sebagai alat untuk mengeruk harta negara

    http://sastraananta.blogspot.com/2015/05/surat-untuk-warung-blogger.html?spref=tw

    ReplyDelete
  3. Salam kenal...

    Beberapa waktu lalu di kota saya ada berita tentang masalah internal salah satu parpol besar. Ayah dan anak yang sama-sama terlibat sebagai 'elit politik' parpol tersebutpun sampai ada di kubu yang berseberangan. Kalau sudah begini sebagai orang awam & sebagai rakyat hati kecil saya cuma bisa bilang, kalau di parpol saja rebutan, masih ingat untuk membawa kepentingan rakyatkah? :)

    ReplyDelete
  4. susah lah sudah kalau politik. pasti banyak konspirasi...

    ReplyDelete
  5. Apalagi Partai Keadilan Selangkangan (PKS), bahaya.....

    ReplyDelete