Sumber Gambar : darulhasanah |
Remaja Ideal & Berakhlak Mulia
Suatu waktu pada tahun 2006, saya berkunjung ke kota Pati Jawa Tengah. Saya bertemu seorang remaja yang masih bersekolah di bangku SMA kelas 2. Ia bernama Hasan. Di sekolahnya, Hasan termasuk lelaki yang cerdas meski pemalu. Ia hidup di tengah keluarga miskin. Setiap sore, lelaki itu memanfaatkan waktunya untuk mengaji pada Kang Jamal, lelaki muda alumnus sebuah pesantren di Jombang.
Sehabis mengaji, Hasan pulang ke rumah, ganti baju, dan segera berangkat kerja menjadi seorang pedagang pecel lele lesehan di Jl. Sudirman. Hasan remaja ini seolah sangat menikmati kegiatannya setiap hari, ia bercerita dengan mata membelalak dan senyum terkulum di bibirnya. Kadang kalau mengenang kisah masa lalunya dan kondisi keluarganya, Hasan menetekkan air mata, karena ia ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, ia menempuhnya meski harus bekerja.
Karena Hasan termasuk remaja yang rajin dan sangat bersahaja, setelah lulus SMA, Hasan diajak oleh Kang Madun, adik dari kang Jamal. Ia diajak merantau ke Yogyakarta, Hasan dimondokkan di sebuah pesantren khusus remaja-remaja bertekad mandiri. Dengan tekad dan semangat yang tinggi pula, Hasan yakin terhadap apa yang akan ditempuhnya, Hasan pamit pada Ayah dan Ibunya. Kedua orang tuanya pun mengiring Hasan dengan linangan air mata “Hati-hati di rantau orang ya, Nak! Ibu tak punya uang untuk sangu, Ibu hanya punya sepeser” Ibunya memberi uang simpanannya seratus ribu rupiah.
Dengan tenang dan mata berkaca-kaca, Hasan berangkat dengan niat untuk menimba ilmu pengetahuan di perguruan tinggi. Dan sampai sekarang, Hasan sudah berkuliah di sebuah Universitas terkemuka di Yogyakarta. Dengan kerja keras serta keyakinan yang total, Hasan sudah bisa hidup mandiri, Hasan bisa kuliah dan hidup dengan nyaman dan tenang.
Cuplikan kisah nyata itu dapat menjadi inspirasi bagi para remaja yang masih ragu-ragu dalam melangkah. Asalkan kita berada pada koridor yang benar, berada di jalan yang ditentukan oleh Allah Swt. Kita akan mendapatkan jalan terbaik, jalan terang menuju kesempurnaan cita-cita kita. Meskipun termasuk lelaki yang berangkat dari ekonomi lemah, tapi memiliki kemauan dan tekad yang kuat, meraka bisa menjadi sukses.
Tokoh Hasan adalah sosok lelaki ideal, lelaki yang dapat di jadikan contoh oleh para remaja sekarang.
Hidup di ruang bergelimang harta dan kekayaan akan menjadi sia-sia jika hanya akan menjadikan pribadi yang manja dan pemalas. Kita perlu ingat bahwa orang tua kita bisa mencapai kaya raya atau menjadi orang sukses bukan hasil dari malas-malasan, tetapi berangkat dari jerih payah dan kerja keras yang luar biasa.
Terbitnya fajar baru remaja ideal juga tak bisa lepas dari bimbingan orang tua sebagai sosok teladan dalam rumah tangga. Karena kebanyakan kenakalan remaja berangkat dari kenakalan orang tua, terjadi broken home, perselingkuhan, perangai kebohongan yang di besarkan dari sebuah rumah tangga. Begitu pula sebaliknya, perangai yang baik, lingkungan rumah tangga yang baik akan melahirkan remaja-remaja yang baik. Donorty Law Nolte menuliskan sebuah puisi yang menceritakan hubungan anak dengan orang tua:
Jika anak dibesarkan dengan celaan,
ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan,
ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan,
ia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi,
ia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan dorongan,
ia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian,
ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan,
ia belajar keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman,
ia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan dukungan,
ia belajar menyenangi diri
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan,
ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.
Hubungan hangat dalam keluarga akan memberi pengaruh bagi masa depan anak hingga mencapai remaja. Peristiwa-peristiwa yang disebabkan oleh heroiknya rumah tangga sudah terbukti dalam kehidupan banyak rumah tangga kita. Bagaimana kita dibesarkan dan menjadi apa kita? Bagaimana perangai-perangai kita. Diri sendiri adalah contoh paling kongkrit untuk membuktikan betapa percaturan dalam kehidupan terus menerus berupaya mengalahkan, padahal hidup bukan untuk mempertaruhkan kalah dan menang.
Agar lebih detail dalam memahami puisi di atas, marilah kita ulas satu persatu, Jika anak dibesarkan dengan celaan, maka ia belajar memaki. Mencela adalah upaya untuk mencari kesalahan lawan bicaranya, anak sangat sensitif menerima rangsangan dari luar. Secara tidak sadar kadang orang tua memberikan celaan, yang juga bermaksud untuk menghibur anaknya “Hai anakku! Anakku yang berkulit hitam”.
Kenyataan itu memiliki dampak psikologis yang membuat anak merasa dirinya berkulit hitam, mulai mencoba menemukan sisi buruk dirinya. Bila terasa sakit, anak itu akan mencari kelemahan orang lain yang pada puncaknya akan mencela/memaki orang lain. Padahal dalam Islam sudah jelas, mencela termasuk akhlak yang tidak baik.
Bila terlalu sering mendengar celaan-celaan dari lingkungannya, anak kita akan memiliki kebencian kepada lawannya/ atau orang tua yang mencelanya. Sehingga yang terjadi justeru Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi. Makanya tak sedikit belakangan ini muncul anak-anak yang agresif, keras bahkan sadis terhadap kawannya sendiri. Itu adalah faktor yang disebabkan oleh lingkungan keluarga dan lingkungan sekitar. Teman sepermainan memberi kesempatan untuk bermusuhan, karena anak memiliki ego tinggi yang kadang tak suka ngalah, perkelahian akan terjadi di antara mereka.
Sumber Gambar: yaneyms |
Ironisnya, bila tradisi yang demikian terbawa pada masa remaja hingga tua. Tak sedikit para remaja kita yang punya keberanian pada orang tuanya, bahkan bertengkar, berkelahi dengan ayahnya sendiri. Di mana letak wawasan keberagamaan mereka? Jalan pikiran apa yang dipakai oleh mereka? Adab kepada orang tua lambat laun menjadi luntur hanya karena persoalan sepele yang kadang hanya karena kemauannya tidak dituruti oleh orang tuanya. Kekisruhan menjadi ajang yang kurang nikmat dalam kehidupan rumah tangga.
Perseteruan terjadi di lingkungan anak-anak kita, penghinaan demi penghinaan meluncur atau bahkan mereka disisihkan dari kawannya, Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia akan belajar menyesali diri. Jika penyesalan kemudian dapat membawa anak pada jalan yang lebih baik, merupakan harapan yang selalu kita pinta tiap saat, namun penyesalan yang sering terjadi membawa anak-anak kita pada psimisme yang dapat merugikan masa depannya.
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia akan belajar menahan diri. Sejak kecil pelajarilah anak-anak kita untuk mengalah terhadap temannya sendiri, pelajarilah anak agar bisa bernegosiasi dengan temannya, bisa memaafkan perbedaan yang terjadi diantara mereka, mereka akan bersabar, mereka akan menahan beberapa titik persoalan yang menimpa. Bahkan akan menganggap sesuatu yang wajar meski terjadi perbedaan di dalamnya. Sikap-sikap begini jarang terjadi pada anak-anak masa kini sehingga yang terjadi ketika mereka menginjak usia remaja, mereka terjebak dalam ego yang sangat tinggi, mereka membuat gangster, tawuran antar sesama, saling intrik, dll.
Tak semua orang tua dapat memberi motivasi pada anaknya. Yang paling krusial, apabila anak kita gagal dalam menempuh satu cita-cita, kadang yang muncul dari mulut orang tua kita adalah teguran bahkan makian. Jarang orang tua yang mampu memberikan motivasi meski anaknya gagal, misalnya tidak lulus dalam ujian nasional, orang tua kita akan cenderung memaki, namun yang lebih baik orang tua memberi kebesaran hati pada anaknya “Tenang ya, Nak! Barangkali kamu salah tulis waktu itu. tidak apa-apa nanti kalau ada kesempatan ikut lagi. Mungkin menurut Allah belum waktunya lulus. Kamu sudah berusaha kan?” orang tua mengungkapkan kata itu sambil tersenyum.
Bila demikian, persaaan anak akan terasa nyaman. Dan anak akan percaya diri : Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia akan belajar percaya diri. Tentu percaya diri yang tidak pada posisi over atau berlebihan. Percaya diri seorang anak terletak pada bagaimana mereka harus membangun kembali suasana atau kegagalan demi kegagalan yang dialaminya—bahkan orang tua memberikan masukan bahwa orang sukses itu berangkat dari kegagalan demi kegagalan yang dialaminya.
Orang tua yang cerdas adalah mereka yang mampu menghargai kreativitas anaknya meskipun sedikit. Memberikan sanjungan pada prestasi yang dicapainya. Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia akan belajar menghargai. Sanjungan yang diberikannya pun tak berlebihan, ia hanya mencoba menghargai dan tidak mencemooh bila mendapatkan kegagalan. Seorang anak membutuhkan pujian dari orang tua sehingga hati mereka tenang dan damai. Apabila orang tua memberikan pujian pada anaknya, mereka pun akan memberikan balasan timbal balik dengan mencoba menghargai, menghormati orang tuanya.
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, ia belajar keadilan. Memperlakukan anak melebihi dengan ukuran memperlakukan diri kita sendiri. Memberikan pengertian pada anak tentang sikap kita, mengkomunikasikan dengan baik apa yang dapat menjadi kesalahpahaman pada anak, sangat penting dalam ruang lingkup keluarga. Berilah kesempatan pada anak untuk berpendapat, mengungkapkan pikiran-pikirannya, hindari sikap otoriter terhadap anak, namun jika anak melanggar aturan agama dan aturan keluarga, orang tua tak segan-segan untuk bersikap tegas. Yang demikian itu adalah sebaik-baiknya perlakuan bagi mereka.
Ciptakan suasana rumah tangga yang memberikan jaminan pada perasaan anak, buatlah perasaan anak itu tenang dan merasa aman. Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan. Kepercayaan kepada kemampuan yang dimiliki oleh orang tua mereka. Kepercayaan untuk dirinya sendiri dalam membangun kehidupannya sendiri dengan tenang. Seorang anak mampu bergerak lebih baik menuju ruang positif yang tak membuat dirinya merugi.
Ketika anak sudah diperlakukan dengan aman dan kepercayaan dirinya sudah terbangun, justeru yang akan terjadi pada anak adalah ketenangan dalam membangun cita-cita mereka. Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri. Berilah dukungan sebaik mungkin terhadap anak, cukupi fasilitas yang dibutuhkan mereka, berilah mereka kepercayaan untuk mengelola dirinya, atau teslah anak dengan memberinya tanggung jawab, mampukah mereka melaksanakan tanggung jawab itu dengan baik? Jika mereka termasuk remaja yang ulet mereka akan berhasil. Tetapi meskipun mereka tidak berhasil, berilah dukungan pada mereka, agar mereka sejenak menyenangi dirinya sendiri dan berefleksi atas sekian kemungkian yang akan terjadi pada dirinya.
Banyak diantara orang tua kita yang lupa mencurahkan kasih sayang kepada anaknya karena terlalu sibuk dalam pekerjaan rumah. Banyak diantara orang tua yang tak mampu memperlakukan anak kita sebagaimana hambanya, sehingga mereka menjadi takut. Banyak orang tua terdahulu berperilaku tiran terhadap anaknya sehingga sama sekali mereka tak mendapatkan kebebasan. Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan. Cinta dan kasih sayang bagi seorang anak amat sangat dibutuhkan. Tidak cukup hanya bertemu sebentar sebelum berangkat kerja dan setelah datang kerja. Selebihnya mereka hidup dengan pembantunya.
Sumber Gambar: motivasi.blogekstra.com |
Berikan kebebasan pada anak, sesekali perlakukanlah mereka sebagai sahabat, mitra berbicara yang baik, mintailah pertimbangan dalam satu persoalan. Bila demikian, anak akan merasa sangat dihargai oleh orang tuanya. Penghargaan orang tua terhadap anak amat sangat berarti dalam kehidupannya karena kepuasan dalam keluarga juga akan berpengaruh pada jalan hidupnya ke depan.
Oleh karena itu, dalam kehidupan di dunia al-Qur’an memberikan empat kategori remaja/anak bagi orang tua mereka:
1. Anak sebagai perhiasan hidup di dunia
Sepasang suami isteri merasa keluarganya belum lengkap kalau belum dikaruniai anak. Ibarat perhiasan, anak-anak berfungsi untuk memperindah sebuah rumah tangga. Tetapi orang tua yang hanya memfungsikan anak sebagai perhiasan dan melupakan pembinaan dan pendidikan akhirnya menjadikan anak tidak lebih sebagai sebuah “pajangan” yang secara fisik dapat dibanggakan, tetapi kualitasnya sama sekali mengecewakan, baik kualitas iman, ilmu maupun amalnya. Allah menyatakan bahwa anak yang demikian sebagai anak perhiasan hidup di dunia dalam al-Qur’an surat Al-Kahfi ayat 46 :
Artinya : Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.
Kehidupan di dunia dalam rangka melaksanakan kehidupan, amal ibadah kepada-Nya. Di dalamnya terdapat perhiasan-perhiasan yang membuat seseorang senang dan seolah-olah damai. Salah satu yang dapat menenangkan adalah anak, kehadirannya merupakan kebahagiaan tersendiri yang tak akan tergantikan dengan yang lainnya termasuk harta. Bagaimana sunyinya sebuah rumah yang di dalamnya tidak terdapat anak sebagai penghibur hati kita yang sedang lara. Dalam konteks ini menurut Allah, anak menjadi perhiasan hidup dalam rumah tangga agar lebih harmonis dan terjaga.
2. Anak sebagai ujian
Selain sebagai perhiasan hidup di dunia, anak juga menjadi ujian (fitnah) bagi kedua orang tuanya. Orang tua diuju dengan kehadiran anaknya, apakah anak dapat melalaikan dari beribadah kepada Allah Swt. atau apakah dia mampu melaksanakan tugasnya sebagai orang tua yang baik : mendidik dan membina anaknya sebagai anak yang shaleh. Fitnah juga berarti anak menyengsarakan dan mencemarkan nama baik orang tuanya.
Pertanyaan yang sering muncul dari orang yang kagum dari kebaikan seorang anak atau yang heran dan jengkel dengan keburukan (kenakalan atau bahkan kejahatannya) adalah “anak siapa itu?”. Kalau orang tuanya mempunyai reputasi yang sama dengan anaknya, orang akan mengomentari “pantas”. Sebaliknya, kalau orang tuanya ternyata orang baik, komentar orang malah “Heran!”. Demikianlah anak menjadi cobaan dan ujian bagi orang tuanya.
3. Anak sebagai musuh
Sungguh mengecewakan kalau sampai anak menjadi musuh bagi orang tuanya. Musuh juga bisa berarti secara fisik, ide, pikiran, cita-cita dan aktifitas. Bila orang tuanya di mana-mana melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, sang anak justeru melakukan amar mungkar nahi ma’ruf . Bila orang orang tuanya membangun, anak justeru merusak, maka pada saat itu, anak sudah berubah pada posisi musuh. Allah berfirman dalam al-Qur’an surat at-Taghabun ayat 14, yang berbunyi :
Artinya : Hai orang-orang mukmin, Sesungguhnya di antara Isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Anak kita menjadi begini karena lingkungan yang kita ciptakan atau karena pendidikan yang berlangsung dalam keluarga membuat anak dapat memusuhi orang tuanya. Allah memerintahkan kita untuk hati-hati. Kita berupaya dan berjuang bagaimana remaja kita tidak sampai pada tahap yang memusuhi kita. Memperbaiki komunikasi dengan mereka merupakan jalan yang dapat kita tempuh agar pendapat, cita-cita, ide dan perilaku anak masih dapat dikontrol oleh orang tuanya.
4. Anak sebagai Cahaya
Tipe yang keempat ini oleh al-Qur’an diistilahkan dengan Qurratu A’yun (cahaya mata, permata, cahaya hati dan sangat menyenangkan). Inilah tipologi anak yang ideal. Kriteria tipologi ini antara lain tunduk dan patuh kepada Allah Swt, berbakti kepada orang tua, bermuamalah yang baik dengan sesama manusia, atau dengan ungkapan lain, beriman, berilmu dan beramal. Tipe ini yang disebut sebagai anak shaleh. Berkaitan dengan anak dalam tipe ini, Allah berfirman dalam al-Qur’an surat Al-Furqan ayat 74 :
Artinya : Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
Do’a yang demikian dipanjatkan kepada Allah Swt, agar dianugerahi anak yang dan isteri yang dapat menjadi permata dalam kehidupan keluarganya, agar mereka tak menjadi sesuatu yang menjengkelkan. Anak yang dapat memberikan kesenangan dan ketenangan dalam kehidupan orang tuanya.
***
Sesungguhnya aku (Nabi) diutus ke muka bumi untuk menyempurnakan akhlak (HR. Bukhari Muslim).
Sabda Nabi yang berkaitan dengan kenyataan sosial masyarakat Arab di zamannya—para remaja Arab yang tergiur dengan penyembahan-penyembahan yang dianut oleh kaum Quraisy terhadap patung yang bernama Lata dan Uzza. Namun Muhammad (muda) telah menyadari bahwa penyembahan yang di lakukan oleh pendahulu dalam keluarganya itu tak membawa manfaat bagi dirinya, beliau merenung, berpikir hingga puncaknya bertahannuts (bertapa) di gua Hira.
Nabi Muhammad merupakan remaja ideal yang dapat kita tiru. Beliau menghabiskan masa remajanya dengan berdagang, ikut pamannya Abu Thalib berniaga, beternak kambing, karena kondisi keluarga dan kondisi sosial Muhammad muda harus mandiri. Beliau adalah yatim piatu di mana ruang ekonomi amat lemah dan dalam kesehariannya hanya bersama paman yang sangat menyayanginya.
Muhammad remaja adalah sosok yang santun sehingga setiap orang yang berjumpa dengannya merasa senang. Pancaran wajahnya memberikan energi baru bagi orang yang menatapnya—demikian yang dirasakan oleh lawan bicaranya. Semua orang merasakan kenyamanan dalam bergaul, tak membuat lawannya jengkel atau benci. Bahkan Muhammad adalah remaja yang disenangi kawan dan disegani lawan.
Pertanyaannya kemudian, apa kriteria remaja ideal di era modernitas ini? Marilah kita lihat bersama-sama, kenyataan sosial dan kehidupan kesunyataan yang menuntut kita lebih intens memperhatikan remaja dari berbagai sudut pandang kehidupannya.
Remaja ideal bukan ditampakkan oleh predikat yang disandang melalui sebuah kertas penghargaan, remaja ideal ditentukan oleh sikap dan perilaku keseharian yang mencerminkan akhlak yang baik kepada Tuhan, orang tua, teman, lingkungan dan akhlak kepada alam semesta. Selain itu mereka memiliki kemampuan skill yang bagus sehingga menjadi sosok yang berani menanggung hidup.
a. Adab kepada orang tua
Kepada orang tua yang melahirkan kita, hendaklah bersikap santun dan menghormati, apabila mereka memerintahkan kita berhenti, hendaklah kita berhenti melakukan perkara itu, kecuali mereka memerintahkan kita untuk melakukan perbuatan yang dibenci oleh Allah, lawanlah bila orang tua menyuruh yang demikian.
Tapi perlawanan terhadap orang tua justeru lebih halus, dengan artian bukan dengan cara yang kasar.
Berbakti kepada orang tua merupakan anjuran yang diperintahkan oleh Allah Swt, karena orang tua adalah orang yang sangat berjasa pada kita, mulai dari mengandung, melahirkan, menyusui, membesarkan, mendidik hingga dewasa. Adalah dosa besar bila anak berani terhadap orang tua, melawan dengan tanpa alasan tauhid yang amat sangat terpaksa. Allah secara langsung berfirman dalam surat al-Isra’ ayat 23 yang berbunyi :
Artinya : Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada Ibu Bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
Mengucapkan kata “ah” kepada orang tua tidak dibolehkan oleh agama apalagi mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar. Termasuk dosa besar apabila itu terjadi pada diri remaja kita. Islam selalu menginginkan bagaimana membangun perdamaian dalam sebuah rumah tangga, agar hubungan antara orang tua dan anak tetap menjadi hubungan yang harmonis, agar cinta diantara keluarga tumbuh bersemai hijau sehingga di dalamnya betul-betul mencerminkan “baitii jannatii” rumahku adalah bagian dari surgaku.
Keharmonisan dalam rumah tangga membuat kondisi psikis anak juga akan membaik, hengkang dari pertikaian yang hanya mengakibatkan kegelisahan anak. Banyak kalangan selebritis kita yang selalu bertikai dalam kehidupan rumah tangga mereka, perkawinan bagi mereka seolah-olah menjadi permainan yang gampang lepas, mereka tidak berpikir bagaimana akibat yang akan disebabkan pada anak-anak mereka.
Sumber Gambar: najmulhayah |
Bagi kalian para remaja, hendaknya memulai menata diri, memperbaiki hubungan dengan orang tua, karena bagaimanapun kondisinya, orang tua adalah orang yang paling berjasa bagi kalian. Agar kehidupan anda tidak diserang oleh sekian kegelisahan, maka hendaklah kalian memulai dari sekarang, sebelum kalian mengalami banyak masalah dalam rumah tangga kalian esok. Rasulullah Saw. Menuturkan tentang hubungan keluarga yang beliau sebut sebagai bagian dari surga beliau :
خيركم خيركم لأهله و أنا خيركم لأهلي
Artinya : Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik terhadap keluarganya dan aku adalah orang yang paling baik di antara kalian terhadap keluargaku. (HR. At Tirmidzi. Dishahihkan Al Albani dalam shahih Al Jami’ no. 3314)
Bila kalian dapat menjaga hubungan baik dengan keluarga, dapat dijamin kalian dapat berhubungan baik dengan semua orang, karena keluarga menjadi ukuran bagi hubungan dengan orang lain. Begitu pula hubungan dengan orang tua, bila diantara kita memiliki rejeki lebih, hendaknya sedikit disisihkan buat mereka sekedar untuk menyenangkan hatinya, walaupun sebenarnya mereka tak pernah mengharapkan pemberian dari anaknya.
b. Adab berbicara
Setiap daerah memiliki tradisi yang berbeda. Berbicara dengan orang lain tentu ada tata cara yang sopan, antara yang muda dengan yang lebih tua, antara yang tua terhadap yang lebih muda, antara anak dengan orang tua atau orang tua kepada anak, agar anak tidak berani kepada orang tua. Sebagai remaja Muslim tentunya sudah tahu bahwa dalam agama kita sudah diatur bagaimana kita menghormati orang tua, teman dan masyarakat sekitar.
Rasulullah Saw, bersabda : Hendaklah kamu sekalian menyayangi yang lebih muda dan menghormati yang lebih tua (HR. Bukhari). Sabda tersebut memberikan pejaran bagi kita agar mengenal sopan santun, baik dalam bertingkah maupun dalam berkata-kata (oral), karena perkataan akan sangat mencerminkan kepribadian—lidah tak bertulang, jadi gampang membuat orang lain sakit hati.
Berhati-hatilah dalam berkata-kata dengan orang lain, salah satu kata akan berakibat luka di sekujur tubuh. Pisau yang tajam masih lebih tajam lidah manusia yang tak dapat mengatur kata-katanya, tak mengetahui cara berbicara dengan orang lain. Inilah aturan yang kita sepakati dalam ruang lingkup masyarakat kita, inilah pentingnya mengetahui komunikasi dalam perspektif Islam.
Menjaga pembicaraan dengan orang lain bukan berarti meminimalisir berbicara, tetapi bagaimana sebelum berbicara mampu berpikir, apakah yang sedang dibicarakan dapat menyakiti perasaan orang lain atau tidak? Jika tidak bisa berpikir lebih sehat dan akan mengakibatkan fatal, lebih baik meminimalisir pembicaraan agar kita lebih selamat.
Pikiran yang cemerlang tanpa tendensi untuk menyakiti orang lain merupakan tata cara bergaul yang diajarkan oleh Rasulullah. Beliau selalu berupaya untuk menyayangi orang lain sebagaimana menyayangi dirinya sendiri. Mencintai orang lain sama dengan mencintai dirinya sendiri. Itu amat sangat sulit kita kendalikan, sebab kadang kita tak punya kemampuan untuk mengontrol emosi.
c. Adab kepada teman
Hubungan dengan teman harus kita jaga baik-baik. Teman akan memberikan peluang yang baik bila kita baik kepada mereka. Jagalah perasaan mereka baik-baik, jangan sampai tersinggung dengan tingkah laku kita yang negatif, abai dan tidak perhatian. Memiliki banyak kawan sama dengan memiliki banyak kekayaan, sama dengan memiliki banyak rejeki. Teman adalah lorong hidup yang membentang di hadapan kita, karena hanya orang “tolol” yang tak dapat menjaga hubungan baik dengan semua teman-temannya.
Beberapa waktu lalu, di sebuah kereta, saya bertemu dengan seorang lelaki setengah baya yang memperkenalkan dirinya Surambun. Ia bekerja di Jakarta sejak tahun 1982. Ia bekerja sebagai tukang ojek. Surambun dikaruniai 5 anak dengan istrinya, Suparmi. Ia memberi wejangan “Yang penting kita punya banyak teman, Dek! Manusia hanya menggantungkan hidupnya pada orang lain. Selama di Jakarta, teman-temanku banyak memberikan peluang padaku. Hingga saya masih hidup sampai sekarang”.
Disamping sebagai tukang ojek, Surambun menjadi tukang sapu di sebuah kampus di Jakarta, peluang itu merupakan anugerah dari temannya yang ia kenal. Sedangkan Suparmi, disamping mengasuh anak-anak di rumah kontrakannya, ia menjadi pedagang nasi uduk dan bubur Ayam. Ia pintar menjaga hubungan baik dengan anak-anak kampus. Suparmi sangat berbeda dengan pedagang-pedagang lain di Jakarta. Meskipun kadang anak-anak kampus di Jakarta tidak punya uang untuk makan, ia mempersilahkan mereka ngutang “Kasihan, Mas!” Tukasnya. Akhirnya, keluarga kecil di perkotaan Jakarta itu dapat hidup dengan tentram.
Itulah kisah kecil yang dapat kita pelajari, betapa teman-teman kita merupakan partner yang harus kita jaga baik-baik. Sebagai remaja harus menyadari, susah senang para remaja kita bersama teman-temannya. Selain itu, kita juga harus dapat memilih teman akrab yang baik, teman yang dapat membawa kita pada hal-hal yang lebih positif, yang dapat membawa kita pada dunia yang bercahaya, yakni dunia yang lebih terang.
d. Adab kepada lingkungan dan alam
Siapa yang menyayangi yang di bumi, maka ia akan disayang oleh yang di langit (HR. Bukhari Muslim). Menyayangi seluruh varian ekosistem yang ada di bumi, memelihara keutuhan mereka. Artinya kita manusia belajar tidak mengeksploitasi alam dengan berbagai cara, menggunakan pupuk yang pada hakikatnya memiliki pengaruh negatif terhadap tanah. Dalam salah satu penelian yang dilakukan oleh Peter Tomkind dalam bukunya Keajaiban Tumbuhan diungkapkan bahwa setiap sendok tanah di bumi ini menyimpan puluhan ribu hewan yang biasa kita sebut Hama. Nah, ketika kita memberi pupuk yang mengandung mesiu itu, dapat mengakibatkan puluhan ribu hewan mati. Sehingga tanah kita yang pada mulanya subur, lambat laun menjadi kering dan berakibat buruk pada pertanian kita.
Hanyalah para remaja kita yang akan memperjuangkan nasib alam semesta ini ke depan, bukankah Tuhan telah menjadikan kita sebagai khalifah (pengelola) di muka bumi ini? Namun mengapa manusia selalu menyakiti alam semesta dengan cara mengeksplotir habis. Kita lihat hewan-hewan hutan yang mulai berkurang, burung-burung yang beterbangan di angkasa, pelan-pelan mulai habis karena terlalu banyak ditangkap oleh manusia. Manusia di muka bumi ini hanya membuat kehancuran, pikiran manusia yang rakus akan kekuasaan selalu saja berupaya untuk membuat alam ini “lacur”.
Terjadinya bencana alam di mana-mana menjadi bagian dari akibat ulah manusia, meminjam bahasa Ebit G. Ade, mungkin alam sudah bosan pada tingkah kita (manusia), sehingga pada gilirannya alam yang menyakiti manusia, kita lihat tragedi kemanusiaan tsunami di Aceh dan gempa bumi di berbagai daerah di Indonesia, terjadi banjir bandang dan angin puting beliung, angin turnado yang dapat menewaskan banyak korban manusia. Kita tak dapat menyalahkan alam, tetapi kita lihat bagaimana tingkah laku manusia yang hidup di atas alam semesta ini.
Marilah kita mempelajari bagaimana cara memperlakukan alam yang baik, kita belajar dari hal-hal yang paling sederhana, membuang sampah pada tempatnya sehingga lingkungan tidak kotor, penyakit tidak menjamur, kita memperjuangkan daya guna alat-alat tradisional dan mengurangi frekuensi mesin yang dapat memperbanyak polusi udara di negeri ini. Para remaja sebagai tonggak estafet bangsa setidaknya dapat merenung, memulai dari diri kita masing-masing, lingkungan sosial.
Itulah tugas kita sebagai remaja yang berkualitas, remaja yang memiliki peran penting untuk menjadikan lingkungan kita sebagai lingkungan yang sehat, baik dalam konteks berpikir dan melayani alam semesta yang kita cintai.
Sosok Nabi Muhammad yang kita teladani telah memperlakukan semua variabel dalam kehidupan ini dengan santun, sehingga Nabi sendiri dijadikan sebagai uswah yang paling berpengaruh di dunia. Michael H. Hert. Menaruh beliau sebagai orang nomor satu dalam bukunya 100 Tokoh Berpengaruh Di Dunia. Beliau mempunyai kekuatan yang luar biasa dalam berbagai bidang, baik politik, ekonomi, sosial dan budaya.
Remaja yang berakhlak mulia adalah cerminan remaja ideal yang kita idamkan di zaman ini, namun jarang sekali kita temukan remaja yang dapat menjadi contoh, memiliki kecerdasan perilaku sebagaimana Rasulullah. Tapi, minimal upaya yang kita lakukan adalah mencipta lingkungan keberagamaan yang pelan-pelan menjadikan remaja kita sebagai remaja yang kuat dalam tauhidnya, sehingga apabila terdapat terkaman berbagai budaya, mereka tak gampang goyah.***
0 comments :
Post a Comment