Oleh : Lukman Santoso Az
Indonesia, sejak diproklamirkan 66 tahun silam, telah menganut paham kedaulatan rakyat (democratie) yang pelaksanaannya bersandar pada prosedur konstitusional UUD 1945. Namun, dominasi kekuasaan dan kepentingan rezim-rezim terdahulu selalu memberangus hak-hak konstitusional rakyat dengan mengatasnamakan ‘demokrasi’. Ini tidak lain karena UUD 1945 yang dirumuskan oleh para funding fathers, selain didesain sebagai konstitusi yang bersifat sementara, juga memiliki banyak kelemahan. Sehingga perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia selama setengah abad berada pada persinggungan sifat kesementaraan dan kelemahan-kelemahan elementer. Misalnya saja, sangat fleksibelnya dasar hukum ini untuk diterjemahkan sesuai dengan kepentingan penguasa, lemahnya perlindungan hak-hak rakyat, serta tidak terbukanya ruang untuk melaksanakan checks and balances.
Dalam perkembangan negara modern, demokrasi menjadi pilihan dibanyak negara sebagai konsep dalam menjalankan tatanan pemerintahan. Demokrasi dianggap sangat dekat dengan konsep kedaulatan rakyat yang menekankan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat, sehingga sinergisitas kedua konsep ini adalah bagaimana membentuk suatu pemerintahan yang didasarkan atas kehendak bersama dan untuk menjalankan kepentingan dan hak-hak rakyat banyak (maslahatil ‘ammah).
Istilah demokrasi memiliki akar kata “demos” berarti rakyat dan “cratos” berarti kekuasaan atau berkuasa. Jadi demokrasi bermakna kekuasaan atau pemerintahan dari rakyat untuk rakyat (B.N Mabun, 2010). Artinya demokrasi dapat dipahami sebagai bentuk pemerintahan atau kekuasaan yang sumber kekuasaan tertingginya adalah kekuasaan rakyat. Sementara itu, dalam Dictionary Webters (2007), demokrasi didefinisikan sebagai pemerintahan oleh rakyat di mana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka atau wakil-wakil yang mereka pilih di bawah sistem pemilihan umum yang bebas.
Dengan demikian, demokrasi merupakan bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Menurut Deliar Noer (1983: 207), demokrasi sebagai dasar hidup bernegara memberi pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah yang mengenai kehidupannya, termasuk dalam hal menilai kebijaksanaan negara, oleh karena kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan rakyat.
Sedangkan urgensi demokrasi dalam negara hukum menurut Robert Dahl (2009), terdiri dari enam elemen penting, yaitu adanya pejabat yang dipilih, pemilu yang bebas adil dan berkala, kebebasan berpendapat, akses sumber informasi alternatif, otonomisasi asosiasional, dan hak kewarganegaraan yang inklusif, atau secara umum dapat dipahami sebagai sikap tanggap pemerintah secara terus menerus terhadap preferensi atau kepentingan warga negaranya.
Dengan kata lain negara hukum harus ditopang dengan sistem demokrasi. Hubungan di antara keduanya tidak dapat dipisahkan. Demokrasi tanpa pengaturan hukum akan kehilangan bentuk dan arah, sedangkan hukum tanpa demokrasi akan kehilangan makna. Sebagaimana ditegaskan Jimly Asshiddiqie (2007:300), bahwa teori tentang negara hukum, rule of law, dan rechtsstaat pada pokoknya tidak dapat dipisahkan dari teori tentang demokrasi, keduanya harus dilihat sebagai dua sisi dari mata uang yang sama. Terdapat korelasi yang jelas antara negara hukum yang bertumpu pada konstitusi dengan kedaulatan rakyat yang dijalankan melalui sistem demokrasi.
Lukman Santoso Az, pemerhati Politik-Hukum, dan Kandidat Doktor Ilmu Hukum di Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
Sumber Gambar: metrotvnews.com |
Dalam perkembangan negara modern, demokrasi menjadi pilihan dibanyak negara sebagai konsep dalam menjalankan tatanan pemerintahan. Demokrasi dianggap sangat dekat dengan konsep kedaulatan rakyat yang menekankan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat, sehingga sinergisitas kedua konsep ini adalah bagaimana membentuk suatu pemerintahan yang didasarkan atas kehendak bersama dan untuk menjalankan kepentingan dan hak-hak rakyat banyak (maslahatil ‘ammah).
Istilah demokrasi memiliki akar kata “demos” berarti rakyat dan “cratos” berarti kekuasaan atau berkuasa. Jadi demokrasi bermakna kekuasaan atau pemerintahan dari rakyat untuk rakyat (B.N Mabun, 2010). Artinya demokrasi dapat dipahami sebagai bentuk pemerintahan atau kekuasaan yang sumber kekuasaan tertingginya adalah kekuasaan rakyat. Sementara itu, dalam Dictionary Webters (2007), demokrasi didefinisikan sebagai pemerintahan oleh rakyat di mana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka atau wakil-wakil yang mereka pilih di bawah sistem pemilihan umum yang bebas.
Sumber Gambar: arrahmah.com |
Dengan demikian, demokrasi merupakan bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Menurut Deliar Noer (1983: 207), demokrasi sebagai dasar hidup bernegara memberi pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah yang mengenai kehidupannya, termasuk dalam hal menilai kebijaksanaan negara, oleh karena kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan rakyat.
Sedangkan urgensi demokrasi dalam negara hukum menurut Robert Dahl (2009), terdiri dari enam elemen penting, yaitu adanya pejabat yang dipilih, pemilu yang bebas adil dan berkala, kebebasan berpendapat, akses sumber informasi alternatif, otonomisasi asosiasional, dan hak kewarganegaraan yang inklusif, atau secara umum dapat dipahami sebagai sikap tanggap pemerintah secara terus menerus terhadap preferensi atau kepentingan warga negaranya.
Dengan kata lain negara hukum harus ditopang dengan sistem demokrasi. Hubungan di antara keduanya tidak dapat dipisahkan. Demokrasi tanpa pengaturan hukum akan kehilangan bentuk dan arah, sedangkan hukum tanpa demokrasi akan kehilangan makna. Sebagaimana ditegaskan Jimly Asshiddiqie (2007:300), bahwa teori tentang negara hukum, rule of law, dan rechtsstaat pada pokoknya tidak dapat dipisahkan dari teori tentang demokrasi, keduanya harus dilihat sebagai dua sisi dari mata uang yang sama. Terdapat korelasi yang jelas antara negara hukum yang bertumpu pada konstitusi dengan kedaulatan rakyat yang dijalankan melalui sistem demokrasi.
Lukman Santoso Az, pemerhati Politik-Hukum, dan Kandidat Doktor Ilmu Hukum di Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
0 comments :
Post a Comment