Oleh : Maghfur MR
“Innalillahi wa inna ilaihi raji`un”, kaget tak kepalang saat membacanya di FaceBook saya, ditandai oleh saudara Ubay. Seakan tak percaya kalau kau (Arkitan) telah kembali ke hadiratNya. Tapi bagaimanapun inilah yang terjadi sekarang, kau telah pergi, meninggalkan kami di sini. Semoga Allah SWT mengampuni segala khilafmu dan menerima amal perbuantan sebagai ibadah yang baik di sisi-Nya.
Rasanya baru kemarin kita belajar bersama di PPM. Hasyim Asy’ari Yogyakarta. Saat berdiskusi di joglo pondok itu, kita seringkali eyel-eyelan dengan argumen kita masing-masing. Kala puisi-puisimu dibedah, begitu kuat kau mempertahankan substansi dan estetika puisimu. Masih teringat bagaimana gaya berujarmu dengan suara yang tidak lantang itu. (Baca juga: Selamat Menempuh Kesunyian Puisimu, Arkitan)
Kita dulu pernah jaga toko pondok, kau diamanahi jaga photocopy oleh bunda yang di tempat itu pula penerbit Kutub dikelola. Di toko itu kau menjalankan amanah. Toko pondok tersebut di-planning untuk menupang keuangan pondok. Di sela kesibukan photocopy dan jualan alat sekolah, kau masih menyempatkan diri untuk membaca buku yang sudah kau sediakan, atau koran yang tergeletak di lantai. Semangat bacamu terkenang.
Belajar bersama itu biasa tapi kau bisa belajar walaupun sendirian. Termasuk kau sering belajar sendirian di kamar depan pondok itu. Kau berusaha memahami buku-buku, terutama sastra. Gigih perjuanganmu selalu menyala untuk masa depanmu yang lebih cemerlang. Kini kau kembali padaNya, pada usia yang masih relatif muda. Selamat jalan saudara Arkitan, Allahumagfir lahû warhamhu wa âfîhi wa’fu`anhu.***
Maghfur MR, Mantan Lurah di Pesantren Hasyim Asy'arie, Kutub, Yogyakarta.
“Innalillahi wa inna ilaihi raji`un”, kaget tak kepalang saat membacanya di FaceBook saya, ditandai oleh saudara Ubay. Seakan tak percaya kalau kau (Arkitan) telah kembali ke hadiratNya. Tapi bagaimanapun inilah yang terjadi sekarang, kau telah pergi, meninggalkan kami di sini. Semoga Allah SWT mengampuni segala khilafmu dan menerima amal perbuantan sebagai ibadah yang baik di sisi-Nya.
Rasanya baru kemarin kita belajar bersama di PPM. Hasyim Asy’ari Yogyakarta. Saat berdiskusi di joglo pondok itu, kita seringkali eyel-eyelan dengan argumen kita masing-masing. Kala puisi-puisimu dibedah, begitu kuat kau mempertahankan substansi dan estetika puisimu. Masih teringat bagaimana gaya berujarmu dengan suara yang tidak lantang itu. (Baca juga: Selamat Menempuh Kesunyian Puisimu, Arkitan)
Kita dulu pernah jaga toko pondok, kau diamanahi jaga photocopy oleh bunda yang di tempat itu pula penerbit Kutub dikelola. Di toko itu kau menjalankan amanah. Toko pondok tersebut di-planning untuk menupang keuangan pondok. Di sela kesibukan photocopy dan jualan alat sekolah, kau masih menyempatkan diri untuk membaca buku yang sudah kau sediakan, atau koran yang tergeletak di lantai. Semangat bacamu terkenang.
Belajar bersama itu biasa tapi kau bisa belajar walaupun sendirian. Termasuk kau sering belajar sendirian di kamar depan pondok itu. Kau berusaha memahami buku-buku, terutama sastra. Gigih perjuanganmu selalu menyala untuk masa depanmu yang lebih cemerlang. Kini kau kembali padaNya, pada usia yang masih relatif muda. Selamat jalan saudara Arkitan, Allahumagfir lahû warhamhu wa âfîhi wa’fu`anhu.***
Maghfur MR, Mantan Lurah di Pesantren Hasyim Asy'arie, Kutub, Yogyakarta.
0 comments :
Post a Comment